Mengapa Suami Istri Bekerja, Tapi Keuangan Keluarga Tetap Kurang? | ADDY SUMOHARJO BLOG

Mengapa Suami Istri Bekerja, Tapi Keuangan Keluarga Tetap Kurang?

Tidak ada jawaban pasti terkait hal ini. Lagi pula sulit mengukurnya. Ketika suami dan istri sama-sama berpenghasilan, kadang kala belum menjamin hidup lebih makmur. Masalah keuangan tetap saja menghantui. Padahal secara teoritis tentu berkebalikan karena ada penghasilan tambahan dari istri yang bekerja. Terus apa yang salah kalau terus-terusan merasa kurang?


Dewasa ini hampir setiap rumah tangga memiliki suami dan istri yang sama-sama bekerja. Anehnya, banyak yang mengaku kebutuhan terpenuhi saat suami saja yang bekerja, namun ketika istri ikut membantu bekerja di luar rumah malah semakin banyak utang dan merasa serba kurang. Bagaimana bisa terjadi demikian?

Jawabannya bervariasi sebenarnya, tapi intinya satu: rumah tangga kehilangan keberkahan. Bisa jadi karena adanya hak anggota keluarga yang terabaikan. Apa sajakah hak-hak keluarga yang biasanya terabaikan oleh pasutri yang sama-sama bekerja?

1. Jika suami yang memaksa istri untuk bekerja membantu keuangan keluarga, padahal sebenarnya istri tidak mau, maka bisa jadi suami telah mengabaikan hak istri. Cobalah cek kembali, apakah istri ikhlas membantu suami bekerja? Jalan keluarnya hanya 2: mengikhlaskan hati membantu suami atau berhenti bekerja dengan kesepakatan bersama suami. Percuma bukan jika suami istri bekerja namun keuangan rumah tangga tetap kurang dan bahkan kehilangan keharmonisan karena pasutri sama-sama kelelahan?

2. Jika istri yang menginginkan karir, dan meminta suami mengizinkannya, namun ternyata banyak melupakan hak-hak anak dan suami terhadap dirinya, maka ini jugalah yang menyebabkan berkurangnya keberkahan rumah tangga. Wahai istri, ingatlah bahwa di hari kiamat nanti kita akan ditanya pertanggungjawaban keluarga, jika ada hak suami dan anak yang tidak kita tunaikan bukankah kita menjadi wanita yang celaka? Berkarir boleh, namun pastikan tak ada hak keluarga yang kita lalaikan tiap harinya.

3. Meningkatnya gaya hidup, Ketika memiliki penghasilan kecil, pasutri biasanya akan berusaha hidup hemat dan prihatin sehingga keuangan keluarga aman terkendali. Namun begitu ada tambahan penghasilan, keinginan pun bertambah… Ingin ini itu banyak sekali. Peningkatan gaya hidup ini yang membuat berapapun penghasilan yang diperoleh, sudah pasti akan kurang karena minus!

Ketika keuangan keluarga masih mengandalkan suami, istri biasanya sangat piawai mengaturnya. Yang menonjol adalah sikap superselektif saat belanjakan uang. Hidup irit dan hemat jadi rumusnya. Sayangnya, pola dan gaya hidup hemat ini umumnya tidak panjang saat istri bekerja.

Muncul sifat ‘lebih mampu’ belanja lebih banyak dari biasanya karena di alam bawah sadar tertanam pikiran ‘punya duit lebih’ dari biasanya. Konkretnya, keinginan menghamburkan duit begitu menggebu-gebu. Praktis, gaya hidup konsumerisme langsung menjangkiti. Niat awal bantu-bantu suami memenuhi nafkah keluarga sudah bergeser.

Ketika pemasukan ada kelebihan dan di saat bersamaan pos-pos pembelanjaan bertambah, sama saja tidak ada perubahan. Inilah yang membuat tambahan penghasilan dari istri yang bekerja sama sekali tak berasa efeknya.

4. Terjebak riba, Inilah yang menyebabkan riba diharamkan dalam Islam, karena bisa membuat hilangnya keberkahan dalam keuangan rumah tangga. Coba cek apakah ada utang rumah tangga yang mengandung riba? Mintalah Allah untuk menutupinya agar keluarga kita terbebas dari jeratan riba.

Menahan diri tidak berutang jadi siasat paling jitu agar penghasilan suami mencukupi. Berutang selalu dijadikan momok yang bakal merunyamkan keuangan keluarga. Tapi prinsip ini sulit diterapkan ketika istri punya penghasilan. Muncul godaan untuk berutang. Wajar sih setelah merasa ada penghasilan tambahan, maka lahirlah keberanian berutang. Kehadiran utang secara otomatis menambah beban pengeluaran. Ironis lagi ketika utang itu dibuat untuk hal yang sifatnya kurang produktif. Singkatnya, lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

5. Potensi gangguan kesehatan, Konsekuensi lain dari istri bekerja adalah terbukanya potensi gangguan kesehatan. Mengurus rumah saja sudah menguras tenaga, apalagi ditambah dengan beban bekerja. Stres, kelelahan fisik, istirahat kurang, jadi formulasi pas bikin badan korslet. Ketika mengalami gangguan kesehatan, sudah pasti menggerus keuangan. Biaya berobat tidak murah lho! Bisa jadi masalah serius saat keuangan keluarga masih carut-marut. Apalagi kalau enggak punya asuransi kesehatan atau pun dana darurat. 

Minimal lima asumsi itu yang membuat keuangan keluarga terasa kurang terus meski istri bekerja. Sebenarnya asumsi itu bukan untuk menakut-nakuti, tapi lebih sebagai bahan evaluasi. Cukup atau kurangnya keuangan keluarga itu sangat relatif. Lagi pula ketika berbicara keluarga bukan semata-mata berangkat dari analisa untung-rugi. Semoga bisa menjadi bahan introspeksi bersama.

Related Posts

0 Response to "Mengapa Suami Istri Bekerja, Tapi Keuangan Keluarga Tetap Kurang?"

Posting Komentar