Tidak semua jin yang didakwahi mau mengikuti dan beriman. Di antara mereka ada yang shalih dan ada yang tidak. Mereka menempuh jalan yang berbeda-beda. Seperti juga manusia, ada yang mau mengikuti kebenaran dengan baik, adapula yang membangkang.
Di antara jin ada yang taat dan ada pula yang menyimpang dari kebenaran. Jin yang taat adalah yang benar-benar memilih jalan yang lurus. Kemudian ia akan mendapat surga dan segala yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala sediakan untuk kaum yang shalih.
Sedangkan yang menyimpang dari petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia akan menjadi bahan bakar bagi neraka Jahannam.
Golongan jin yang beriman adalah golongan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala beri petunjuk mereka agar tidak mencuri berita dari langit. Sedangkan golongan yang membangkang dan tidak mau beriman masih terus membantu para dukun. Mereka menuri berita dari langit meskipun harus menghadapi para malaikat dan panah-panah api.
JIN YANG SHALIH MENYIMAK ALQURAN DARI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Setelah jin-jin yang pertama kali mendengar Alquran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan dakwah kepada kaumnya, terbagilah kaum jin menjadi golongan yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan golongan yang membangkang.
Golongan yang beriman kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jin-jin yang beriman itu berbondong-bondong mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan Alquran kepada mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memenuhi permintaan mereka.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak shahabat yang mau mengikuti beliau. Namun hanya shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu yang mengikutinya. Mereka berdua menuju ke sebuah tempat yang tinggi di daerah Mekah. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membuatkan garis untuk Abdullah bin Mas’ud dengan menggunakan kakinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Ibnu Mas’ud agar tidak keluar dari garis itu, karena kalau keluar dari garis itu ia bisa mendapatkan bahaya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlalu meninggalkan Ibnu Mas’ud, lalu berdiri dan mulai membaca Alquran. Tiba-tiba beliau dikerumuni oleh makhluk yang jumlahnya banyak. Makhluk-makhluk itu menghalangi Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu sehingga dia tidak bisa melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak bisa mendengar suara beliau.
Setelah beberapa lama berselang, makhluk-makhluk itu pergi berkelompok-kelompok seperti awan yang berbondong-bondong, tetapi masih tersisa sekelompok kecil dari mereka. Ketika fajar menyingsing, sekelompok kecil jin itu pun pergi meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya:
“Apakah kamu tertidur?”
Ibnu Mas’ud menjawab, “Tidak.”
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan lagi,
“Sesungguhnya berkali-kali saya ingin meminta bantuan kepada orang-orang, tapi saya mendengarmu memberikan isyarat dengan suara tongkat kepada jin-jin itu agar mereka duduk.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahu Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, “Bila engkau keluar dari garis itu, aku tidak bisa menjamin engkau selamat dari sambaran sebagian mereka.”
JIN YANG SHALIH SENANTIASA BELAJAR KEPADA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Pada hari yang lain, para shahabat tidak melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beberapa saat lamanya. Lalu mereka mencari-cari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di pelosok kota dan lembah-lembah. Hingga di antara para shahabat ada yang mengatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diculik.
Ketika telah subuh, tiba-tiba Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul dari arah Goa Hira. Para sahabat mengatakan, “Kami kehilangan engkau, lalu kami mencari-cari di seluruh pelosok kota dan lembah, namun tidak juga kami temukan. Sehingga malam ini menjadi malam yang teramat mencekam bagi kami.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan kepada para shahabat:, “Salah seorang dai dari kalangan jin mendatangiku. Lalu aku pergi bersamanya, kemudian aku membacakan Alquran kepada mereka.” Kemudian beliau menunjukkan kepada para shahabat jejak dan bekas tempat duduk yang berupa api.
BEKAL MAKANAN JIN DAN TUNGGANGANNYA
Pada kisah Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kita mengetahui bahwa sebelum fajar masih ada sebagian jin yang tinggal bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Selain jin-jin itu belajar Alquran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka juga bertanya tentang bekal yang bisa mereka makan dan makanan untuk kendaraan mereka. Juga pada kisah para shahabat mencari-cari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada para jin bahwa yang bisa mereka gunakan sebagai bekal adalah tulang-tulang binatang yang disembelih dengan menyebut Nama Allah. Sedangkan makanan untuk tunggangan mereka adalah kotoran binatang.
Karena jin ketika mendapatkan tulang, mereka akan mendapatkan pula dagingnya sebagaimana ketika dimakan. Juga ketika mendapatkan kotoran binatang, mereka akan mendapatkan bijinya sebagaimana ketika dimakan.
Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menggunakan tulang dan kotoran binatang untuk membersihkan kotoran manusia, karena ia menjadi bekal makanan bagi jin-jin yang beriman dan tunggangan mereka. Di samping juga kotoran binatang itu sifatnya kotor.
Sawad bin Qarib Radhiallahu ‘Anhu dan Jin yang Shalih Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Madinah, ada seorang dukun di negeri Yaman, ia bernama Sawad bin Qarib. Kita simak saja Sawad bin Qarib radhiallahu ‘anhu menceritakan jin yang mengajaknya masuk Islam:
Pada suatu malam ketika aku sedang dalam keadaan antara tidur dan terjaga, tiba-tiba jin yang sering memberitahuku datang.
Ia membangunkanku dengan kakinya, lalu ia berkata:
“Wahai Sawad bin Qarib pahamilah, dan pikirkanlah bila engkau memang bisa berpikir. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari keturunan Luai bin Ghalib telah diutus. Ia mengajak (umat manusia) kepada Allah dan kepada peribadatan kepada-Nya saja.”
Kemudian jin itu menyampaikan bait-bait syair berikut:
“Aku heran terhadap jin dan kabar beritanya. Ia mengencangkan tali onta dengan pelananya. Ia meluncur ke Kota Mekah untuk mencari hidayah. Tidaklah jin yang baik itu sama dengan jin yang jahat. Pergilah kepada orang pilihan dari keturunan Hasyim. Dan tataplah dengan kedua matamu ke arah kepala onta itu.”
Ketika itu aku tidak mempedulikan ucapannya. Aku katakan kepadanya,
“Biarkan aku tidur, karena sore ini aku sangat mengantuk.”
Pada malam kedua ia mendatangiku lagi dan membangunkanku dengan menggunakan kakinya, ia mengatakan kepadaku, “Wahai Sawad bin Qarib bukankah aku telah mengatakan kepadamu bangun dan pahamilah, pikirkanlah bila engkau memang bisa berpikir, seorang utusan Allah dari keturunan Luai bin Ghalib telah diutus, ia menyeru kepada Allah dan beribadah hanya kepada-Nya.
Lalu jin itu kembali mengucapkan syair-syair berikut:
“Aku heran terhadap jin dan upayanya. Ia mengencangkan tali onta untuk bersafar. Ia meluncur ke Kota Mekah untuk mencari hidayah. Tidaklah jin yang jujur itu sama dengan jin yang pendusta. Pergilah kepada orang pilihan dari keturunan Hasyim. Ia berada di antara onta-onta dan pengawalnya.”
Pada hari kedua itu aku masih juga tidak mempedulikannya.
Namun pada malam ketiga ia mendatangiku lagi dan membangunkanku dengan kakinya. Ia mengatakan kepadaku, “Wahai Sawad bin Qarib bukankah aku telah mengatakan ‘pahamilah dan pikirkanlah bila engkau bisa berpikir, bahwasanya seorang utusan Allah dari keturunan Luai bin Ghalib telah diutus untuk berdakwah kepada Allah dan peribadatan-Nya.”
Lalu jin itu melantunkan syair berikut, “Aku heran terhadap jin dan berita yang ia bawa. Menghela ontanya dengan menaiki pelana. Ia meluncur ke Kota Mekah untuk mencari hidayah. Tidaklah jin yang beriman sama dengan jin yang kafirnya. Pergilah kepada orang pilihan dari keturunan Hasyim. Tidak orang yang permulaan sama dengan yang belakangan.”
Sawad berkata lagi, “Terjadilah dalam diriku kecintaan kepada Islam, dan aku menjadi sangat menginginkannya. Ketika telah pagi, aku mengencangkan tali kekang ontaku untuk menuju Mekah.
Di tengah perjalanan aku diberi tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah hijrah ke Madinah. Lalu akupun menuju ke Madinah. Sampailah aku di Madinah, dan aku bertanya tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dikatakan kepadaku ia sedang berada di masjid. Lalu aku berhenti di masjid, aku menambatkan ontaku, dan aku masuk masjid.
Di dalam masjid ada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat bersama beliau. Aku katakan: Dengarkanlah ucapanku wahai Rasulullah. Lalu Abu Bakar radhiallahu ‘anhu mengatakan, ‘Mendekatlah kepada beliau.’ Ia masih terus mengatakan ‘mendekatlah’ hingga aku berada di hadapannya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengatakan, ‘Sampaikanlah, dan kabarkanlah kepadaku tentang jinmu yang mendatangimu’.”
Ringkas cerita, Sawad menyampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia didatangi oleh jin pembantunya selama tiga hari berturut-turut memberitahukan adanya seorang utusan Allah dari keturunan Luai bin Ghalib.
Setelah itu Sawad mengucapkan syahadat bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Dzat Yang Maha Perkasa. Bergembiralah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat dengan keislamannya.
Setelah Sawad bin Qarib masuk Islam, jin itu tidak lagi mendatanginya, dan Sawad lebih senang dengan teman penggantinya yang lebih baik, yaitu Alquran yang diturunkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah jin yang shalih, ia akan mengajak kepada kebaikan, dan mengajak orang kepada Islam.
Mereka juga ikut serta dalam perang membela Islam. Mereka tidak suka mengganggu manusia. Tidak membantu orang dalam kejahatan. Dan mereka senantiasa beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.