Hukum Memandang Ke Sekeliling Arah Dalam Shalat | ADDY SUMOHARJO BLOG

Hukum Memandang Ke Sekeliling Arah Dalam Shalat

Memandang keatas selama shalat atau melihat ke kiri dan ke kanan tanpa alasan tertentu. Rasulallah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Cegalah orang-orang itu untuk mengangkat pandangan keatas atau biarkan pandangan mereka tidak kembali lagi". (HR. Muslim)


Melakukan gerakan seperti ini jelaslah dapat membatalkan shalat. Tidak ada manfaatnya sama sekali bagi seseorang yang sedang sholat memandang ke segala arah saat shalat. Itu perbuatan syaiton.

Diriwayatkan dari Aisyah رضي الله عنها, bahwa ia berkata, "Aku berkata kepada Rasulallah صلى الله عليه وسلم tentang melihat ke sekeliling dalam shalat Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab, "Itu adalah curian yang sengaja dibisikan setan pada umat dalam shalatnya"(HR. Bukhari)

Diantara dalil yang digunakan oleh para ulama bermazhab Maliki untuk menguatkan pendapat mereka yang mengatakan bahwa seyogyanya orang yang mengerjakan sholat itu menghadap lurus ke depan adalah firman Allah yang artinya, “Maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram” (QS al Baqarah: 144). Jika seorang itu menghadapkan wajahnya ke arah Masjidil Haram maka biasanya pandangannya akan tertuju ke arah depan.

Para ulama berbeda pendapat tentang kearah mana seharusnya pandangan mata ketika shalat dijatuhkan. Sebagian ulama berpendapat bahwa pandangan mata ketika shalat adalah ke bawah, yakni ke arah tempat sujudnya. Sedangkan sebagian yang lain berpendapat bahwa pandangan mata ketika shalat adalah ke depan, yaitu bagi para makmum memandang kepada imamnya.

Adakah yang berpendapat shalat dengan memejamkan mata ?
Tidak ada satupun ulama yang berpendapat bahwa ketika shalat mata hendaknya dipejamkan. Bahkan mayoritas mereka berpendapat ini adalah perbuatan makhruh yang tidak ada tuntunannya dalam shalat. masalah memejamkan mata ketika shalat akan dibahas di artikel tersendiri atau klik disini.

Pendapat pertama : Memandang ke tempat sujud 
Mayoritas ulama yakni dari Mazhab Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa pandangan mata ketika dalam posisi shalat adalah kearah tempat sujud. Hal ini didasarkan pada sebuah riwayat dari Abu Hurairah ra : “Adalah dahulu para shahabat Nabi shalat terkadang mengangkat pandangannya ke langit ketika shalat, sampai kemudian turun ayat ‘dan orang-orang yang mereka khusyu’ di dalam shalat’ (QS. Al-Mukminun : 2). Lalu mereka menjatuhkan pandangannya ke arah tempat sujud mereka, karena ini lebih mendekatkan kepada khusyu’.”

Sedangkan dalam riwayat beliau yang lain : bahwasanya Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam pernah shalat dengan mengangkat pandangannya ke langit. Maka turunlah ayat : “(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” Maka beliau kemudian menundukkan kepalanya.” (HR. Al-Hakim) 

Ummul Mukminin Aisyah ra juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam masuk Ka’bah (untuk mengerjakan shalat) dalam keadaan pandangan beliau tidak meninggalkan tempat sujudnya (terus mengarah ke tempat sujud) sampai beliau keluar dari Ka’bah.” (HR. Al-Baihaqi )

Imam Ahmad rahimahullah berkata : Tata cara Khusyu’ di dalam shalat diantaranya adalah dengan cara menjatuhkan pandangan ke tempat sujud.”

Mazhab ini (Hanbali) mengecualikan dalam shalat khauf (peperangan), dalam shalat khauf kesunnahan pandangan mata seseorang yang sedang shalat adalah kearah kemunculan musuh.

Demikian pula kalangan Syafi’iyah dalam masalah ini, pendapat mereka serupa dengan Hanabilah, hanya saja mazhab Syafi’i dalam keterangan tambahannya menyatakan bahwa pandangan mata ketika shalat pada umumnya memang ke arah tempat sujud, kecuali ketika pada saat mengisyaratkan jari dikala tasyahud, maka ketika itu pandangan mata adalah kearah ujung jari telunjuk. Dan dikecualikan pula dikala shalat jenazah, dikala itu sunnahnya pandangan mata adalah ke arah jenazah tersebut.”

Sedangkan Kalangan Hanafiyah mengatakan –sebagaimana yang disebutkan oleh pengarang Darr al Mukhtar – Termasuk dari adab shalat adalah memandang ke arah tempat sujud ketika posisi berdiri, memandang punggung kakinya ketika ruku’, kearah batang hidung ketika sujud, kearah pangkuannya ketika duduk, dan kearah pundaknya ketika memberi salam.

Pendapat kedua : Kearah depan 
Madzhab Malikiyah berpendapat bahwa pandangan mata mushaliy (orang shalat) adalah ke arah depan. Hal ini karena firman Allah ta’ala : “…. Maka sungguh Kami akan memalingkanmu kearah kiblat yang kamu sukai, maka palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram.” (QS. Al-Baqarah: 144)

Menurut mazhab ini maksud ‘Maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram,’ adalah perintah yang jelas agar orang yang sedang shalat menghadapkan wajahnya ke ka’bah, apabila pandangan orang shalat diarahkan ke tempat sujud, maka membutuhkan posisi tunduk dan hal ini akan mengganggu kesempurnaan posisi tersebut.

Demikian juga ada beberapa hadits yang tercantum dalam shahih Bukhari, yang diklaim menjadi penguat pendapat ini, bahwa para shahabat dahulu shalat dan mereka memandang kearah Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam. Sehingga diantara mereka ada yang mengetahui lalu meriwayatkan bahwa jangggut beliau bergerak-gerak karena bacaan dalam shalat.

Kesimpulan 
Demikian pandangan para ulama tentang masalah ini. Meskipun pendapat pertama lebih banyak diikuti oleh kaum muslimin dan banyak para ulama yang menyatakan ia sebagai pendapat yang kuat, namun kita harus tetap menghargai mereka yang memegang pendapat seperti kalangan Malikiyah.

Sedangkan Ibnu Hajar al Asqalani rahimahullah mencoba menggabungkan dua kubu pendapat dalam masalah ini, beliau mengatakan : “Memungkinkan bagi kita memisahkan kasus antara imam dan makmum. Disenangi bagi imam melihat ke tempat sujudnya. Demikian pula makmum, kecuali bila ia butuh untuk memerhatikan imamnya (guna mencontoh sang imam) Adapun orang yang shalat sendirian, maka hukumnya seperti hukum imam (yaitu melihat ke tempat sujud).

Demikian yang dapat saya sampaikan karena masih banyak saya melihat saudara-saudara kita melirik ke kanan, ke kiri, ataupun ke Atas pada saat melakukan shalat wajib maupun sunnah semoga pembahasan ini bisa menjadi acuan kita dalam menyapaikan kepada saudara-saudara kita yang masih kurang paham dan semoga bermanfaat.

Related Posts

0 Response to "Hukum Memandang Ke Sekeliling Arah Dalam Shalat"

Posting Komentar