Sehubungan dengan fenomena yang banyak terjadi dalam kehidupan kita. Seperti pembangunan masjid yang berfokus pada keindahan dan kemegahan, berhiaskan ukiran dan kaligrafi, bahkan terkadang ada masjid yang dihiasi dengan foto atau lukisan pendirinya, sajadah untuk shalat hanya terfokus pada hiasan dan corak serta warna karena hanya untuk menjadi komoditi pasar. Maka begitu pula pakaian yang dipakai, bisa saja membuat lalai orang dari khusyu’ dalam shalat.
Shalat dengan pakaian yang bergambar, apalagi gambar makhluk bernyawa. Termasuk pakaian yang terdapat tulisan atau sesuatu yang bisa merusak konsentrasi orang yang shalat di belakangnya. Ummul mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anhu mengabarkan:
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat mengenakan khamishah yang memiliki corak/gambar-gambar. Beliau memandang sekali ke arah gambar-gambarnya. Maka selesai dari shalatnya, beliau bersabda, “Bawalah khamishahku ini kepada Abu Jahm dan datangkan untukku anbijaniyyahnya Abu Jahm, karena khamishah ini hampir menyibukkanku dari shalatku tadi.” Hisyam bin Urwah berkata dari bapaknya dari Aisyah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ketika sedang shalat tadi aku sempat melihat ke gambarnya, maka aku khawatir gambar ini akan melalaikan/menggodaku.” (HR. Al-Bukhari no. 373 dan Muslim no. 1239)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim memberi judul bagi hadits di atas dengan “Karahiyatush Shalah fi Tsaubin Lahu A’lam” artinya makruhnya shalat dengan mengenakan pakaian bergambar.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa gambar-gambar yang ada pada khamishah tersebut sempat menyibukkan beliau. Maksudnya, hati beliau tersibukkan sesaat dari perhatian secara sempurna terhadap shalat yang sedang dikerjakan, dari mentadabburi dzikir-dzikir dan bacaannya karena memandang gambar yang ada pada khamishah yang sedang dikenakannya. Karena khawatir hati beliau akan tersibukkan dengannya, beliau pun enggan mengenakan khamishah itu dan memerintahkan agar mengembalikannya kepada Abu Jahm radhiyallahu ‘anhu.
Dari sini kita pahami, tidak disenanginya mengenakan pakaian yang bercorak/bergambar ketika shalat karena dikhawatirkan akan mengganggu ibadah shalat tersebut, walaupun shalat yang dikerjakan tetap sah. Diambil istimbath hukum dari hadits ini bahwa dimakruhkan segala sesuatu yang dapat mengganggu kekhusyukan shalat seperti hiasan, warna-warni, dan ukiran pada dinding masjid, atau hal-hal lain yang dapat menyibukkan serta memalingkan hati orang yang sedang shalat. (Ihkamul Ahkam, kitab Ash-Shalah, bab Adz Dzikr ‘Aqibash Shalah, Al-Minhaj 5/46, Fathul Bari 1/627, Syarhu Az-Zarqani ‘ala Muwaththa’ Al-Imam Malik, 1/290)
Zainuddin Abul Fadhl Al-’Iraqi rahimahullah menyatakan, “Hadits ini menunjukkan keharusan menyingkirkan apa saja yang dapat menyibukkan orang yang shalat dari ibadah shalatnya dan melalaikannya. Hadits ini juga mengandung hasungan untuk menghadap sepenuhnya pada amalan shalat dan khusyuk di dalamnya. Sebagaimana pula hadits ini menunjukkan bahwa pikiran sedikit/sejenak tersibukkan dengan perkara selain shalat tidaklah mencacati keabsahan shalat.” (Tharhu At-Tatsrib, 2/585)
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa tidak disenangi untuk shalat di tempat yang padanya ada hal-hal yang dapat mengganggu kekhusyukkan shalat. Sehingga, sekiranya hal yang mengganggu itu dapat disingkirkan maka hendaknya disingkirkan sebagaimana ditunjukkan dalam hadits berikut ini.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aisyah memiliki qiram yang dipakainya untuk menutupi sisi rumahnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Singkirkan dari kami qirammu ini, karena gambar-gambarnya terus menerus terbayang-bayang dalam shalatku.” (HR. Al-Bukhari no. 374)
Catatan: Yang dimaksud pakaian bercorak/bergambar dalam pembahasan ini tentunya bukan gambar manusia dan hewan (makhluk hidup). Karena gambar manusia dan hewan telah jelas keharamannya dan tidak mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengenakannya. Wallahu a’lam bish-shawab.