Sekiranya
penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka barokah dari langit dan bumi, tapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.S. Al-A'raaf : 96)
Mengapa uang yang banyak, rumah yang
besar, istri yang jelita atau suami yang tampan, ilmu yang luas tidak
mengangkat derajat pemiliknya? Malah menghinakannya? bukan kebahagiaan atau
ketentraman yang diperoleh melainkan masalah dan malapetaka. Apa sebabnya?
sebenarnya penyebabnya sederhana sekali, yakni bahwa semua itu tidak barokah.
Kita tidak boleh cukup senang
memiliki sesuatu. Tetapi yang harus lebih kita senangi adalah keberkahan atas
segala sesuatu itu. Jadi bukan takut tidak memiliki sesuatu tetapi harus lebih
takut sesuatu yang sudah dimiliki tidak membawa berkah.
Kita lihat, misalnya suatu rumah
yangga yang penuh dengan percekcokan, sebenarnya harus dicurigai jangan-jangan
prosedur, keilmuan, dan etika dalam mengarungi dunia rumah tangga tidak cocok dengan
yang disyariatkan Allah.
Maka, kita harus sangat takut dengan
hidup yang tidak berkah, yaitu yang tidak bermanfat bagi dunia juga tidak
bermanfaat bagi akhirat. Mulailah berhati-hati dengan uang. Bagaimana
supaya uang menjadi berkah? Seperti halnya gelas. Gelas hanya bisa enak
digunakan untuk minum kalau terlebih dahulu gelas itu kita bersihkan. jangan
sekali-kali kita mencoba untuk tidak jujur. untuk apa? Jujur atau tidak jujur
tetap Allah yang memberi.
Rizki penjahat datang dari Allah, rizki orang jujur
juga datang dari Allah. Bedanya, rizki yang diberikan kepada penjahat tadi
haram, tidak berkah, sedangkah yang diberikan kepada orang jujur adalah rizki
yang berkah. Sebab sebenarnya meskipun penjahat, kalau Allah tidak memberi,
tidak pernah dia dapatkan hasilnya. Banyak pencuri yang gagal, koruptor yang
gagal. Semua itu karena kehendak Allah.
Sesudah kita jujur, hati-hati pula
jangan sampai ada hak-hak orang lain yang terampas atau belum tertunaikan,
apalagi hak ummat. Na'udzubillahi min
dzalik.
Alkisah, Umar bin Abdul Aziz -semoga
Allah meridhainya-, ketika beliau sedang mengerjakan tugas negara malam hari di
rumahnya, tiba-tiba anaknya mengetuk pintu kamar. Kemudian beliau membuka pintu
dan lampu di kamar tersebut dimatikannya. Si anak lalu bertanya, "Kenapa
lampu engkau matikan , ya Abi?" lalu beliau menjawab, "Karena minyak
pada lampu ini milik negara. Tidak layak kita membicarakan urusan keluarga
dengan menggunakan fasilitas negara", begitulah Umar, sangat hati-hatinya
karena mengharapkan hidupnya mendapat ridha dan berkah dari Allah swt.
Dari cerita yang dikisahkan di atas
mengandung berbagai hikmah yang dapat kita teladani. Menggunakan jabatan dan wewenang
yang sangat membawa berkah tiada lain kecuali mengenyampigkan kepentingan dan
kesenangan pribadi di atas hak dan kesenangan Allah.
Harta kekayaan yang melimpah yang
kita kuasai, yang membawa berkah, tiada lain kecuali harta yang bersih yang
tertunaikan kewajiban-kewajibannya baik hak orang lain apalagi hak ummat.