Cara Adil Membagi Warisan Orang Tua | ADDY SUMOHARJO BLOG

Cara Adil Membagi Warisan Orang Tua

Islam adalah agama yang sempurna dan telah mengatur berbagai permasalahan hidup, termasuk pembagian harta warisan peninggalan orangtua. Berdasarkan firman Allah SWT, anak laki-laki mendapatkan harta warisan lebih banyak dari anak perempuan. Alasannya pun telah dijabarkan dalam surat An-Nisa.


"Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan". (Q.S An-Nisa : 7)

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika semua anaknya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per-tiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuannya seorang saja, maka ia mendapatkan separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagi-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. An-Nisa: 11).

"Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meningal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang lelaki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dr harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara lelaki & perempuan, maka bagian seorang saudara lelaki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tdk sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. An-Nisa : 176).

Dari penjabaran ayat di atas diterangkan berkali-kali bahwa anak laki-laki mendapatkan harta warisan lebih banyak daripada anak perempuan. Secara akal, mungkin kita bertanya-tanya, mengapa bukan wanita saja yang lebih banyak karena wanita itu lemah dan kebutuhannya lebih banyak.

Maka dijelaskan bahwa kaum wanita selalu harus terpenuhi kebutuhan dam keperluannya. Dalam hal ini nafkahnya kaum wanita wajib diberi oleh ayahnya, saudara lelakinya, anaknya, atau siapa saja yg mampu di antara kaum lelaki kerabatnya.

Tak ada kewajiban bagi wanita memberi nafkah kepada pria. Jika istri memberi makan suami, maka itu disebutkan kalau istri menyumbang atau bersedekah.

Sementara, laki-laki memiliki kewajiban menafkahi keluarga dan kerabat. Nafkah (pengeluaran) kaum laki-laki jauh lebih besar dibandingkan kaum wanita. Kaum laki-laki diwajibkan untuk membayar mahar kepada istrinya, menyediakan tempat tinggal, memberi makan, minum, dan sandang. Dan ketika telah dikaruniai anak, ia berkewajiban memenuhi sandang, pangan, dan papan.

Tidak melanggar hukum Islam jika harta warisan dibagi rata, dengan syarat sebagaimana Pasal 183 KHI yang berbunyi : Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. Hukum Waris Islam itu tidak kaku, tetapi fleksibel demi kemaslahatan ahli waris dan pewaris. Jadi, apabila syarat-syarat di atas dipenuhi maka akan terwujud beberapa kemaslahatan, yaitu :
  1. Hukum waris Islam telah dipenuhi, yaitu dengan menjelaskan terlebih dahulu hak masing-masing anak.
  2. Wasiat kedua orang tua juga terpenuhi, yaitu harta warisan dibagi rata. (Jika Ada)
  3. Ada nilai sedekah dari ahli waris yang seharusnya mendapat 2 bagian, tetapi kemudian hanya mendapat 1 bagian, 1 bagiannya disedekahkan kepada ahli waris yang lain.
  4. Hubungan persaudaraan tetap rukun. 
Alkisah Ketika Khalifah Ali Membagikan Warisan
Seorang lelaki saleh yang mempunyai tiga orang anak lelaki, dan istrinya telah meninggal, suatu memanggil anak-anaknya dan berkata, “Wahai anak-anakku, kalau kelak aku meninggal, hendaknya kalian tetap rukun dan saling membantu seperti saat ini. Harta peninggalanku, hendaknya engkau bagi sesuai pesanku. Engkau yang tertua, karena telah mapan dan mempunyai penghasilan yang mencukupi, memperoleh seper-sembilannya, engkau yang nomor dua memperoleh seper-tiganya, dan engkau terkecil memperoleh seper-duanya. Tetapi ingatlah, kalian harus tetap rukun dan saling menolong satu sama lainnya. Janganlah bermusuhan hanya karena berebut harta dunia, sesungguhnya kehidupan di dunia itu hanya sesaat…!!”

Dalam riwayat lain disebutkan, yang tertua, karena kebutuhannya lebih banyak, ia memperoleh seper-duanya, sedang yang terkecil, karena kebutuhannya masih sedikit, ia memperoleh seper-sembilannya. Yang nomor dua tetap memperoleh seper-tiganya.

Beberapa waktu kemudian lelaki tersebut meninggal dunia. Karena anak-anaknya juga saleh sebagaimana didikan ayahnya, setelah pemakaman ayahnya, mereka menyelesaikan segala tanggungan orang tuanya tersebut. Setelah tidak ada lagi hutang dan tanggungan lainnya, mereka ingin membagi sisa peninggalan (warisan) yang memang menjadi hak mereka bertiga, seperti wasiat ayahnya tersebut.

Mereka menghitung dan ternyata masih tersisa tujuhbelas ekor unta untuk mereka bertiga. Tentu saja mereka kesulitan untuk membaginya sesuai dengan wasiat ayahnya. Mereka mendatangi beberapa orang pintar dan bijaksana untuk bisa membagi sesuai wasiat ayahnya, tetapi mengalami jalan buntu. Sampai akhirnya seseorang menyarankan untuk meminta tolong kepada khalifah Ali.

Mereka mengirim utusan kepada Khalifah Ali dan beliau bersedia membantu kesulitan saudaranya sesama kaum muslim. Didikan Rasulullah SAW sebagai orang yang zuhud dan tawadhu, membuat Khalifah Ali dengan senang hati mendatangi tempat tinggal mereka dengan menunggangi untanya. Setibanya di sana, mereka menceritakan permasalahannya, dan Khalifah Ali dengan tersenyum berkata, “Bawalah unta-unta itu kemari!!”

Setelah unta-unta dikumpulkan di hadapan Khalifah Ali, beliau berkata, “Aku tambahkan untaku dalam harta warisan ini, sehingga jumlahnya menjadi delapan belas ekor. Wahai engkau yang tertua, ambillah bagianmu, seper-sembilannya, berarti dua ekor unta!!”

Anak yang tertua mengambil bagiannya dua ekor unta. Kemudian Khalifah Ali berkata lagi, “Wahai engkau yang nomor dua, ambillah bagianmu. Sepertiganya, berarti enam ekor unta!!”

Anak kedua mengambil bagiannya enam ekor unta. Dan beliau berkata lagi, “Dan engkau, wahai yang termuda, ambillah bagianmu seper-duanya, berarti sembilan ekor unta!!”

Anak termuda mengambil bagiannya sebanyak sembilan ekor unta, dan ternyata masih tersisa satu ekor, dan Khalifah Ali berkata, “Masih tersisa satu ekor, dan ini memang milikku, maka aku mengambilnya kembali!!’

Sungguh benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, “Ana madinatul ‘ilmu, wa aliyyun baabuuha!!” (Sesungguhnya saya ini kotanya ilmu, dan Ali adalah pintunya). 

HUKUM KEWARISAN BERDASARKAN KHI (Kompilasi Hukum Islam)


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 171
Yang dimaksud dengan:
  1. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
  2. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
  3. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
  4. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
  5. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
  6. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
  7. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada aorang lain yang masih hidup untuk dimiliki.
  8. Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.
  9. Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan.
BAB II
AHLI WARIS

Pasal 172
Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.

Pasal 173
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
  1. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;
  2. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
Pasal 174
(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
Menurut hubungan darah:
  1. Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
  2. Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.
Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya : anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Pasal 175
(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
  1. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;
  2. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;
  3. menyelesaikan wasiat pewaris;
  4. membagi harta warisan di antara wahli waris yang berhak.
(2) Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.

BAB III
BESARNYA BAHAGIAN

Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.[*]

Pasal 178
  1. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
  2. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersamasama dengan ayah.
Pasal 179
Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagaian.

Pasal 180
Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.

Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.

Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

Pasal 183
Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.

Pasal 184
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan Hakim atas usul anggota keluarga.

Pasal 185
  1. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
  2. Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.
Pasal 186
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.

Pasal 187
(1) Bilamana pewaris meninggalkan warisan harta peninggalan, maka oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:
  1. mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang;
  2. menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan Pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c.
(2) Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak.

Pasal 188
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.

Pasal 189
(1) Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.

(2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara membayar harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya masing-masing.

Pasal 190
Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.

Pasal 191
Bila pewaris tidak meninggalkanahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan umum.

BAB IV
AUL DAN RAD

Pasal 192
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli warisnya Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul menutu angka pembilang.

Pasal 193
Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka.

BAB V
WASIAT

Pasal 194
  1. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
  2. Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
  3. Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
  1. Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
  2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
  3. Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
  4. Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa-siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.

Pasal 197
(1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:
  1. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat;
  2. dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;
  3. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;
  4. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat.
(2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:
  1. tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;
  2. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;
  3. mengetahui adanya wasiaty itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.
(3) Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.

Pasal 198
Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda harus diberikan jangka waktu tertentu.

Pasal 199
  1. Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.
  2. Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
  3. Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.
  4. Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akte Notaris.
Pasal 200
Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.

Pasal 201
Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.

Pasal 202
Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang didahulukan pelaksanaannya.

Pasal 203
  1. Apabila surat wasiat dalam keadaan tertup, maka penyimpanannya di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.
  2. Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan Pasal 199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.
Pasal 204
  1. Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.
  2. Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan selanjutnya Notaris atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.
  3. Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
Pasal 205
Dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertewmpuran atau yang berda di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 206
Mereka yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan nakhoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.

Pasal 207
Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntutran kerohanian sewaktu ia mewnderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.

Pasal 208
Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.

Pasal 209
  1. Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.
  2. Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.
BAB VI
HIBAH

Pasal 210
  1. Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.
  2. Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 211
Hibah dan orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.

Pasal 212
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.

Pasal 213
Hibah yang diberikan pada swaat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.

Pasal 214
Warga negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini.

[*] Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 2 Tahun 1994, maksud pasal tersebut ialah : ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan suami dan ibu, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.

Related Posts

0 Response to "Cara Adil Membagi Warisan Orang Tua"

Posting Komentar