Dalam ibadah umroh dan haji, kita mengenal istilah miqat (baca: miqoot). Bentuk jamaknya adalah mawaaqit (tempat-tempat miqat). Miqat secara harfiah merupakan lokasi tempat seorang jamaah haji/umroh berihram (berniat ihram, yakni mulai melakukan haji atau umroh), sebelum yang bersangkutan memasuki Tanah Suci.
Miqat adalah batas bagi dimulainya Ibadah Haji atau Umrah. Miqat secara harfiah berarti batas yaitu garis demarkasi atau garis batas antara boleh atau tidak,atau perintah mulai atau berhenti, yaitu kapan mulai melafadzkan Niat dan maksud melintasi batas antara Tanah Biasa dengan Tanah Suci.
Miqat adalah batas antara Tanah Suci dan tanah biasa yang berada di sekitarnya. Jamaah haji dan umroh tidak boleh memasuki Tanah Suci tanpa berihram terlebih dahulu. Miqat adalah tempat memulai niat umroh dan mulai mengenakan pakaian ihram. Sesuai tata cara umroh, sebenarnya, pakaian ihram dapat kita kenakan sejak di Madinah, tetapi niat umroh harus dimulai ketika berada di miqat, yaitu di Bir Ali. Ketika berihram, kita mengucapkan niat umroh, “Labbaikallohumma umrotan” (Saya penuhi panggilan-Mu, yaa Allah untuk melaksanakan umroh.)
Miqat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
Miqat Zamani adalah miqat atau batas yang berhubungan dengan waktu (zaman), yaitu kapan ibadah haji dilakukan. Surat Al Baqarah ayat 189 menyebutkan tentang kapan waktu pelaksanaan ibadah haji, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah `Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.
Miqat Makani Sedangkan Miqat Makani berhubungan dengan tempat (makaan = tempat, bahasa Arab) batas tersebut ditentukan. Rasulullah menetapkan empat lokasi miqat bagi jamaah haji atau umroh untuk berihram. Dalam sebuah hadist Ibnu Abbas ra berkata “Bahwa Nabi SAW telah menentukan tempat permulaan ihram bagi penduduk Madinah di Dzulhulifah, bagi penduduk Syam di Juhfah, bagi penduduk Nejed di Qarnul Manazil dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam”.
Dan beliau pun bersabda, “Tempat-tempat itulah untuk (penduduk) mereka masing-masing dan untuk orang-orang yang datang di tempat-tempat tadi yang bermaksud hendak mengerjakan ibadah haji dan umrah. Adapun orang-orang yang tinggal (di dalam daerah miqat), maka dia (berihram) dari tempatnya sehingga orang Makkah pun supaya memulai ihramnya dari Makkah pula.”
Mawaaqit (Tempat-tempat Miqat)
Madinah miqatnya di Birr Ali (dulu disebut Dzul Hulaifa) Bagi penduduk Madinah, Rasulullah menetapkan Dzul Hulaifah yang kini disebut dengan Abyar Ali atau Birr Ali. Abyaar adalah kata bentuk jamak dari Birr.
Syam miqatnya di Rabigh (sebelumnya Juhfah) Juhfah menjadi miqat untuk penduduk Syam (wilayah Suriah dan sekitarnya). Juhfah merupakan padang tak berpenghuni di dekat Rabigh. Berihram dari Rabigh dapat dikatakn berihram di miqat karena letaknya sebelum Juhfah. Karena desa Juhfah kini tidak ada lagi, maka ditetapkanlah Rabigh sebagai miqat bagi orang yang tinggal di Suriah dan sekitarnya.
Nejed miqatnya di As-Sail (dulu disebut Qarnul Manazil) Bagi penduduk Nejed, miqatnya berada di Qarnul Manazil yang sekarang disebut sebagai as-Sail. As-Sail terletak sekitar 94 km di sebelah timur Makkah atau kira-kira 220 km dari Bandar Udara King Abdul Aziz di Jeddah.
Yaman miqatnya di Yalamlam. Penduduk Yaman ditetapkan miqatnya berada di Yalamlam yang berjarak sekitar 93 km dari Makkah.
Orang-orang yang ingin berhaji atau menunaikan ibadah umroh dengan tujuan Makkah, berkewajiban berihram dari miqat-miqat tersebut. Bahkan disyariatkan kepada jamaah yang menempuh perjalananannya melalui udara dan laut untuk bersuci terlebih dahulu sebelum menaiki kedua kendaraan transportasi tersebut. Setelah mendekati daerah miqat, darimanapun daerah mereka berasal, para jamaah wajib berihram (mengenakan pakaian ihram) lalu berniat umroh atau haji sambil membaca kalimat talbiyah.
Yang perlu diperhatikan adalah, bila jamaah lupa untuk mengenakan pakaian ihram di lokasi miqat yang telah ditetapkan dan berangkat ke Makkah, maka jamaah yang bersangkutan harus membayar denda yang telah ditentukan.
Bila kedatangan ke Makkah untuk tujuan niaga atau bekerja, maka orang tersebut tidak diwajibkan untuk memakai pakaian ihram. Hal tersebut sesuai yang disebutkan oleh Rasulullah dalam hadistnya, “ Miqat-miqat itu untuk penduduk-penduduk wilayah itu, juga untuk penduduk daerah lain yang hendak haji atau umrah yang melintasi miqat-miqat itu”.
Rasulullah pun ketika datang ke Makkah pada saat pembebasan kota Makkah tidak mengenakan pakaian ihram karena memang tidak sedang melaksanakan umroh atau haji. Bahkan riwayat menyebutkan beliau mengenakan serban yang dililitkan pada topi baja.
Demikian sedikit pengetahuan tentang batas miqat agar dapat diambil hikmahnya, agar kita tetap ingat untuk mulai mengenakan ihram menjelang kedatangan di daerah ihram dan terhindar dari membayar denda.
0 Response to "Jama'ah Haji Wajib Tahu!! Batas Dimulainya Ibadah Haji atau Umrah (Miqat)"
Posting Komentar