Rasa takut kepada Allah adalah sifat seorang yang bertakwa. Bahkan, hal tersebut merupakan bukti keimanan mereka kepada Alla Ta`ala. Allah telah sifati hamba-hambanya yang mulia, yaitu para Nabi `alaihimus salam, sebagai orang-orang yang senantiasa berdoa dengan rasa harap dan takut.
Allah Ta`ala berfirman (artinya), “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan takut. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami” (QS. Al Anbiya: 90)
Setiap orang yang menyadari keberadaan Allah dan mengenal sifat-sifatNya yang agung merasa sangat takut kepada Allah. Selain Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Allah juga adalah Al-Qohhar (Maha Menguasai), Al-Hasib (Maha Membuat Perhitungan), Al-Muazzib (Maha Menghukum), Al-Muntaqim (Maha Penyiksa), Al-Saiq (Yang Memasukkan ke neraka). Karenanya, umat Islam takut kepada Allah yang gaib. Mereka mengetahui tak ada seorang pun yang bisa selamat dari hukumanNya, karena mereka tahu harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Mereka selalu berusaha menghindari perilaku yang tidak disukai Allah.
Harus difahami bahwa takut di sini memiliki konotasi yang berbeda dengan pengertian takut pada masyarakat tak beragama. Takut di sini memberikan rasa aman bagi yang mengimaninya, dan memotivasi untuk beramal mencari ridha Allah.
Rasa takut kepada Allah merupakan salah satu bentuk amalan hati seorang hamba kepada Rabb-nya. Adalah satu hal yang menyedihkan dan pantas menjadi renungan bagi kita, bahwa masih begitu banyak dari kita yang memberi perhatian besar terhadap amalan-amalan zhahir (amalan lahiriah), tetapi ternyata lalai dari amalan hati.
Padahal, amalan hati adalah penentu bagi amalan zhahir. Diterima-tidaknya amal dan besar-kecilnya pahala yang kita peroleh dari amalan zhahir sangat ditentukan oleh amalan hati.
Rasulullah shallahu`alaihi wasallam bersabda: “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah (segumpal daging) itu ialah hati..” (HR. Muslim).
Berikut ini adalah perintah Allah kepada orang-orang yang beriman:
Maka takutlah kepada Allah menurut kesanggupanmu, dan dengarlah serta ta’atlah; dan nafkahkanlah apa yang baik bagi dirimu. Barangsiapa terpelihara dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Surat At-Taghabun: 16)
Menurut Al-Qur’an, cinta sejati menuntut kepatuhan kepada Allah dan menghindari apa yang tidak diridhaiNya. Jika kita perhatikan kehidupan dan perbuatan orang-orang yang merasa yakin bahwa cinta saja sudah cukup, dapat kita lihat bahwa mereka tidak teguh dengan pendiriannya itu. Sebaliknya, seseorang yang mencintai Allah dengan setulus hati, sangat patuh kepada perintahNya. Ia menghindari hal-hal yang dilarangNya serta memelihara dirinya dengan perbuatan-perbuatan yang diridhai Allah. Ia menunjukkan cintanya dengan mencari ridha Tuhannya di setiap saat dengan rasa segan, keyakinan, kepatuhan dan kesetiaan kepadaNya.
Karena sikap prihatinnya itu, ia sangat takut akan kehilangan ridhaNya atau menimbulkan murkaNya. Mengungkapkan cinta hanya di bibir saja, namun hidup dengan melewati batas-batas yang dilarang Allah, tentunya merupakan sikap yang munafik.
Allah memerintahkan manusia untuk takut kepadaNya:
Bertaubatlah kepadaNya dan takutlah kepadaNya, serta dirikanlah shalat, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memepersekutukan Allah. (Surat Ar-Rum: 31)
Cara Menumbuhkan Rasa Takut Kepada Allah
Selanjutnya, bagaimanakah cara menumbuhkan rasa takut kepada Allah? Diantara caranya adalah:
1. Menempuh jalan menuntut ilmu syar’i yang bersumber dari al-Quran al-Karim dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang shahih. Inilah Jalan yang paling tepat agar kita bisa menjadi hamba Allah yang hanya takut kepada-Nya.
Allah Ta`ala berfirman (artinya), “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama” (QS. Fathir: 28)
Syaikh `Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata, ” Semakin seseorang berilmu tentang Allah Ta`ala, semakin besar juga rasa takutnya kepada Allah. Rasa takutnya kepada Allah tersebut membuatnya meninggalkan perbuatan maksiat dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Dzat yang dia takuti. Ayat ini sebagai dalil tentang keutamaan ilmu, karena ilmu akan menumbuhkan rasa takut kepada Allah. Orang-orang yang takut kepada Allah adalah orang-orang yang mendapat kemuliaan-Nya, seperti firman Allah Ta`ala (artinya),
’Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Hal itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.’ (QS. al-Bayyinah: 8) (Taisir al-Karimir ar-Rahman, hal 656)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, ”Sesungguhnya orang yang takut kepada Allah dengan sebenar-benar rasa takut hanyalah para ulama yang memiliki pengetahuan tentang Allah (ma’rifatullah). Hal ini disebabkan semakin bertambah pengenalan seseorang terhadap Dzat Yang Maha Agung, Maha Kuasa, dan Maha Berilmu, Yang memiliki sifat yang Maha Sempurna disertai Asma’ul Husna, maka akan semakin bertambah dan sempurna pengetahuan seseorang kepada Rabbnya. Dengan demikian, ketakutannya kepada Allah akan semakin bertambah dan menguat. (Tafsir al-Qur’an al-`Azhim, 3/697).
2. Mengingat bahwa adzab Allah sangatlah pedih.
Allah Ta`ala berfirman (artinya): “hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An Nuur: 63).
Ingat juga seringan-ringan siksaan di neraka kelak adalah sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam haditsnya, “Sesungguhnya penduduk neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang mengenakan dua sandal dari neraka lalu mendidih otaknya karena sangat mencekam panas dua sandalnya.” (HR. Muslim).
Pedihnya adzab Allah, sampai-sampai disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa setan berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah. Dan Allah sangat keras siksa-Nya” (QS. Al Anfal: 48).
Demikian uraian singkat yang semoga membuat kita tersadar untuk menumbuhkan rasa takut kepada Allah di dalam hati kita, sehingga menjaga kita dari perbuatan maksiat.
0 Response to "Seberapa Besar Mestinya Rasa Takut Kita Kepada Allah?"
Posting Komentar