Ciptaan yang sempurna
di seluruh jagat raya menunjukkan kekuasaan Allah Yang Maha Agung. Allah sendiri telah
memperkenalkan diriNya kepada kita melalui Al-Qur’an - wahyu yang diturunkan
kepada manusia sebagai petunjuk yang benar bagi kehidupan. Semua sifat-sifat
Allah yang mulia disampaikan kepada kita di dalam Al-Qur’an. Dia Maha
Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil, Maha
Meliputi seluruh alam, Maha Melihat dan Maha Mendengar atas segala sesuatu. Dia
lah Pemilik dan Tuhan satu-satunya atas langit dan bumi dan segala sesuatu di
antaranya. Dia lah penguasa seluruh kerajaan langit dan bumi.
Dialah Allah – tiada tuhan selain Dia. Dia
mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia
lah Allah – tiada tuhan selain Dia. . . . MilikNya segala nama-nama yang baik.
Segala yang di langit dan di bumi bertasbih kepadaNya. Dia Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (Surat Al-Hasr: 22-24)
Tumbuhan, binatang,
lautan, gunung-gunung, dan manusia disekitar kita, dan semua jasad renik yang
tidak kasat mata – hidup ataupun mati, merupakan bukti nyata adanya Kebijakan
Agung yang menciptakannya. Demikian pula dengan kesetimbangan, keteraturan dan
penciptaan sempurna yang nampak di seluruh jagat. Semuanya membuktikan
keberadaan Pemilik pengetahuan agung, yang menciptakannya dengan sempurna.
Pemilik kebijakan dan pengetahuan agung ini adalah Allah.
Sistem-sistem sempurna
yang diciptakanNya serta sifat-sifat yang mengagumkan pada setiap mahluk, hidup
maupun mati, menimbulkan kesadaran akan keberadaan Allah. Kesempurnaan ini
tertulis dalam Al-Qur’an:
Dia menciptakan tujuh
langit yang berlapis-lapis. Tak akan ditemui sedikit cacatpun dari ciptaanNya.
Perhatikan berkali-kali - apakah engkau melihat kekurangan padanya? Lalu,
perhatikanlah sekali lagi. Matamu akan silau dan lelah! (Surat Al-Mulk: 3-4)
Ini merupakan pembahasan yang wajib diketahui oleh
setiap muslim, sebagaimana wajibnya seorang muslim untuk mengenal Tuhannya,
Allah swt. Sebagai contoh dari harapan pembahasan ini adalah mengenal
(salah satu) Sifat Allah swt. bahwa Dia adalah Maha Besar; dan sebaliknya bahwa
manusia penuh dengan kelemahan. Setelah mengetahuinya diharapkan seorang hamba
akan dapat merasakan kebesaran Allah swt dan merasakan kelemahan dirinya
sehingga tidak ada lagi padanya sifat sombong, merasa hebat, merasa besar,
merasa paling benar dan sebagainya.
A. Mengetahui Wujud Allah (مَعْرِفَةُ
وُجُوْدِ اللهِ)
Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt.? Bila Anda
melihat mobil bergerak di depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat
terbang melintas di udara, maka dengan yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada
sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang mengendalikan pesawat meskipun
Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang mengendalikan mobil atau
pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat melalui rutenya
dengan selamat.
Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah? Jawabnya, kita melihat
matahari, bulan, bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti
dengan keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri?
Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh Allah swt.
Jika Allah tidak ada – kita memohon ampun kepada-Nya – mustahil matahari,
bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan bertahan
dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada
makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan
bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).
(52:35-36).
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan
indera.
1. Dalil Fitrah.
Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang
Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau
belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di
dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
“Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu
bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)
Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda
bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu
tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca
indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa,
menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya.
Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di
dalam Al-Qur’an:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau Tuhan
kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada
hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak
mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan
sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah
mereka.’” (QS. Al A’raf: 172-173).
Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah
seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan
fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa
syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh
makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha
Bijaksana.
2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)
Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:
a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa
orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang
yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah.
Allah berfirman:
“Dan (ingatlah kisah)
Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami
selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu…” (Al Anfaal 9)
Anas bin Malik berkata, “Pernah ada seorang Badui datang pada
hari Jum’at. Pada waktu itu Nabi tengah berkhutbah. Lelaki itu berkata, “Hai
Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh
karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk mengatasi kesulitan kami. ”
Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung
bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan
turun membasahi jenggotnya. Pada hari Jum’at yang kedua, orang Badui atau orang
lain berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta
benda pun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah. ”
Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: “Ya Rabbku,
turunkanlah hujan di sekeliling kami dan janganlah Engkau turunkan sebagai
bencana bagi kami. ” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat,
kecuali menjadi terang (tanpa hujan). ” (HR. Al Bukhari)
b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mu’jizat, yang dapat
disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang
keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu
berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan
penolong bagi para Rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan
tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas
jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti
gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang artinya: “Lalu Kami
wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah
lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. ” (Asy
Syu’ara 63)
Contoh kedua adalah mu’jizat Nabi Isa ketika menghidupkan
orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.
“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah…” (Al
Imran 49)
“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari
kuburnya (menjadi hidup) dengan ijin-Ku…” (Al Maidah 110)
Contoh ketiga adalah mu’jizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy
meminta tanda atau mu’jizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah
bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya. Allah berfirman
tentang hal ini, yang artinya: “Telah dekat (datangnya) saat (Kiamat) dan telah
terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda
(mu’jizat), mereka berpaling dan berkata: “ (Ini adalah) sihir yang
terus-menerus. ” (Al Qomar 1-2)
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh
indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.
3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)
Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua
makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada
yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak
mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan
sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri.
Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda
dapati bahwa segala sesuatu di ruang ini adalah “buatan”: dindingnya sendiri,
pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda, gelas di atas meja dan pernak-pernik
tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di ruang anda dengan
kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh seseorang: mereka
tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan.
Begitu pula, orang yang memandang suatu pahatan tidak sangsi
sama sekali bahwa pahatan ini dibuat oleh seorang pemahat. Hal ini bukan
mengenai karya seni saja: batu bata yang bertumpukan pun pasti dikira oleh
siapa saja bahwa tumpukan batu bata sedemikian itu disusun oleh seseorang
dengan rencana tertentu. Karena itu, di mana saja yang terdapat suatu
keteraturan, entah besar entah kecil, pasti ada penyusun dan pelindung
keteraturan ini. Jika pada suatu hari seseorang berkata dan menyatakan bahwa
besi mentah dan batu bara bersama-sama membentuk baja secara kebetulan, yang
kemudian membentuk Menara Eiffel secara lagi-lagi kebetulan, tidakkah ia dan
orang yang mempercayainya akan dianggap gila?
Pernyataan teori evolusi, suatu metode unik penyangkal
keberadaan Allah, tidak berbeda daripada ini. Menurut teori ini,
molekul-molekul anorganik membentuk asam-asam amino secara kebetulan, asam-asam
amino membentuk protein-protein secara kebetulan, dan akhirnya protein-protein
membentuk makhluk hidup secara lagi-lagi kebetulan. Akan tetapi, kemungkinan
pembentukan makhluk hidup secara kebetulan ini lebih kecil daripada kemungkinan
pembentukan Menara Eiffel dengan cara yang serupa, karena sel manusia bahkan
lebih rumit daripada segala struktur buatan manusia di dunia ini.
Bagaimana mungkin mengira bahwa keseimbangan di dunia ini timbul
secara kebetulan bila keserasian alam yang luar biasa ini pun bisa teramati
dengan mata telanjang? Pernyataan bahwa alam semesta, yang semua unsurnya
menyiratkan keberadaan Penciptanya, muncul dengan kehendaknya sendiri itu tidak
masuk akal.
Karena itu, pada keseimbangan yang bisa dilihat di mana-mana
dari tubuh kita sampai ujung-ujung terjauh alam semesta yang luasnya tak
terbayangkan ini pasti ada pemiliknya. Jadi, siapakah Pencipta ini yang
mentakdirkan segala sesuatu secara cermat dan menciptakan semuanya?
Ia tidak mungkin Dzat material yang hadir di alam semesta ini,
karena Ia pasti sudah ada sebelum adanya alam semesta dan menciptakan alam
semesta dari sana. Pencipta Yang Maha Kuasa, Dialah yang mengadakan segala
sesuatu, sekalipun keberadaan-Nya tanpa awal atau pun akhir.
Agama mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya
kita temukan melalui akal kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita,
kita tahu bahwa Dia itu Allah, Maha Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan
langit dan bumi dari kehampaan.
Meskipun kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk memahami
kenyataan ini, mereka menjalani kehidupan tanpa menyadari hal itu. Bila mereka
memandang lukisan pajangan, mereka takjub siapa pelukisnya. Lalu, mereka
memuji-muji senimannya panjang-lebar perihal keindahan karya seninya. Walau ada
kenyataan bahwa mereka menghadapi begitu banyak keaslian yang menggambarkan hal
itu di sekeliling mereka, mereka masih tidak mengakui keberadaan Allah,
satu-satunya pemilik keindahan-keindahan ini. Sesungguhnya, penelitian yang
mendalam pun tidak dibutuhkan untuk memahami keberadaan Allah. Bahkan
seandainya seseorang harus tinggal di suatu ruang sejak kelahirannya,
pernak-pernik bukti di ruang itu saja sudah cukup bagi dia untuk menyadari
keberadaan Allah.
Tubuh manusia menyediakan begitu banyak bukti yang mungkin tidak
terdapat di berjilid-jilid ensiklopedi. Bahkan dengan berpikir beberapa menit
saja mengenai itu semua sudah memadai untuk memahami keberadaan Allah. Tatanan
yang ada ini dilindungi dan dipelihara oleh Dia.
Tubuh manusia bukan satu-satunya bahan pemikiran. Kehidupan itu
ada di setiap milimeter bidang di bumi ini, entah bisa diamati oleh manusia
entah tidak. Dunia ini mengandung begitu banyak makhluk hidup, dari organisme
uniseluler hingga tanaman, dari serangga hingga binatang laut, dan dari burung
hingga manusia. Jika anda menjumput segenggam tanah dan memandangnya, di sini
pun anda bisa menemukan banyak makhluk hidup dengan karakteristik yang
berlainan. Di kulit anda pun, terdapat banyak makhluk hidup yang namanya tidak
anda kenal. Di isi perut semua makhluk hidup terdapat jutaan bakteri atau
organisme uniseluler yang membantu pencernaan. Populasi hewan di dunia ini jauh
lebih banyak daripada populasi manusia.
Jika kita juga mempertimbangkan dunia flora, kita lihat bahwa
tidak ada noktah tunggal di bumi ini yang tidak mengandung kehidupan. Semua
makhluk ini yang tertebar di suatu bidang seluas lebih daripada jutaan
kilometer persegi itu mempunyai sistem tubuh yang berlainan, kehidupan yang
berbeda, dan pengaruh yang berbeda terhadap keseimbangan lingkungan. Pernyataan
bahwa semua ini muncul secara kebetulan tanpa maksud atau pun tujuan itu
gila-gilaan. Tidak ada makhluk hidup yang muncul melalui kehendak atau upaya
mereka sendiri. Tidak ada peristiwa kebetulan yang bisa menghasilkan
sistem-sistem yang serumit itu.
Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan bahwa alam
semesta berjalan dengan “kesadaran” (consciousness) tertentu. Lantas, apa
sumber kesadaran ini? Tentu saja bukan makhluk-makhluk yang terdapat di
dalamnya. Tidak ada satu pun yang menjaga keserasian tatanan ini. Keberadaan
dan keagungan Allah mengungkap sendiri melalui bukti-bukti yang tak terhitung
di alam semesta. Sebenarnya, tidak ada satu orang pun di bumi ini yang tidak
akan menerima kenyataan bukti ini dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian,
mereka masih mengingkarinya “secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari
mereka meyakininya” sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an. (Surat
An-Naml: 14)
Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena
setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu
di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat
antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu
sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu
yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak
tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang
menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.
Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat
Ath Thuur: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath Thuur 35)
Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa
pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang
menciptakan makhluk adalah Allah.
Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari Rasulullah yang
tengah membaca surat Ath Thuur dan sampai kepada ayat-ayat ini: “Apakah mereka
diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada
perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa?” (Ath Thuur 35-37)
“Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, “Hatiku hampir saja
terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku. ” (HR. Al Bukhari)
Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada
seseorang berkata kepada Anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi
kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi
dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan
kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan
sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti Anda tidak akan
mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu.
Kini kami bertanya pada Anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini
beserta apa-apa yang berada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau
tercipta secara kebetulan?!
4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)
Bukti syara’ tentang wujud
Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang
mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan
dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui
segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh
realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan
dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk
mewujudkan apa yang diberitakan itu.
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya
Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya. (QS. 4:82)
Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang bersesuaian
dengan kemaslahatan umat manusia menunjukkan adanya Allah, karena tidak mungkin
ada agama dan Rasul kecuali ada yang mengutusnya. Akan tetapi agama-agama yang
ada selain Islam telah mengalami penyimpangan dan perubahan sehingga mereka
menyimpang dari jalan yang lurus.
Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah sebagaimana
telah dijelaskan diatas, maka perlu kita kenali Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan,
memiliki dan mengatur semua makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang
mengadakan sesuatu dari ketiadaan, Allah berfirman:
Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk
menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:”Jadilah”.
Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)
Dialah satu-satunya pemilik sebagaimana Dia adalah satu-satunya
pencipta, demikian juga Dia pengatur satu-satunya yang mengatur segala sesuatu.
Semua ini diakui oleh kaum musyrikin Makkah, sebagaimana diberitakan dalam Al
Qur’an: Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan
bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang
mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan.” Maka mereka
menjawab: “Allah.” Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?”
(QS. 10:31)
Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada
padanya, jika kamu mengetahui” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”.
Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya
langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab:
“kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?” Katakanlah:
“Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia
melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu
mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. 23:84-89)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka :”Siapakah yang
menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka
dapat dipalingkan (dari menyembah Allah). (QS. 43:87)
Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin terhadap Rububiyah
Allah, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka. Memang
demikianlah, sebab mereka belum merealisasikan iman mereka terhadap Allah
sebagai satu-satunya sesembahan.
5. Dalil Sejarah.
Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil
dari peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumi.
• Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah)
sebelum kamu, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibatnya orang-orang yang mendustakan agama.
• Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan
ayat-ayat Kami. Sebab itu kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.
• Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah
(pengajaran) bagi orang-orang yang berakal.
• Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara
perkhabaran para Rasul supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.
6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah.
Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah
berfungsi menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt begitu luar
biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini. Langsung
mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.
• Q. 21:92, Sesungguhnya ini, ummat kamu (hai mukminin) ummat
yang satu dan Aku Tuhanmu, sebab itu sembahlah Aku.
B. Mengenal sifat-sifat Allah swt (مَعْرِفَةُ
صِفَاتِ اللهِ)
Bagaimana kita mengenal sifat Allah? Kita dapat mengenal sifat
Allah swt melalui:
• التَّفْكِيْرُ
فِي مَخْلُوقَاتِ اللهِ Tafakkur (memikirkan) ciptaan
Allah.
• التَّعَلُّمُ
مِنْ رُسُلِهِ Belajar dari ajaran yang dibawa para
rasul
Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada
penciptakan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di
muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (45:3-4).
Apa maksudnya kita dapat mengenal sifat Allah melalui tafakkur
terhadap ciptaan-Nya? Bila Anda memperhatikan sebuah mobil, Anda dapat
memastikan bahwa:
• Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda bahwa
pembuat mobil tersebut memiliki logam dan kemampuan membentuk logam menjadi
bentuk yang sesuai untuk mobil.
• Kaca yang Anda lihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu
memiliki kaca serta kemampuan untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil
(jendela, kaca depan, dll..).
• Begitu pula dengan kabel tembaga …
• Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut menunjukkan
bahwa pembuatnya mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.
Apa hubungan antara contoh tadi dengan mengenal sifat Allah swt?
Beberapa sifat pembuat mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu
pula dengan Allah swt (bagi-Nya permisalan yang maha agung, Dia tidak seperti
makhluk-Nya) kita dapat mengetahui sebagian sifat-sifat Allah swt melalui
tafakkur terhadap ciptaan-Nya.
• Bahwa hikmah (maksud & manfaat) dari setiap makhluk yang
diciptakan menunjukkan bahwa Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha
Bijaksana).
• Bahwa khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua
makhluk menunjukkan bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan
detil pengetahuan-Nya).
Mungkinkah kita mengetahui seluruh sifat-sifat Allah swt melalui
tafakkur terhadap ciptaan-Nya? Tidak mungkin. Mengapa? Bila kita berpikir
tentang sebuah mobil, kita mengetahui bahwa pembuatnya memiliki kemampuan,
ilmu, ketelitian dan kehendak, dan bahwa ia memiliki materi untuk membuat mobil
berupa logam, kaca, dll.. Tapi kita tahu apakah ia dermawan atau bakhil? Tinggi
atau pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau zhalim?
Demikian juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah swt
hanya dengan tafakkur, misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia
mematikan kita? Kita juga tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah:
المَعْبُودُ Al-ma’bud (yang wajib diibadahi),
القُدُّوسُ Al-quddus
(Maha Suci),
الأَعْلَى (Maha
Tinggi),
الحَسِيْبُ (Maha
Menghitung),
الغَفُورُ (Maha
Pengampun).
Lalu bagaimana kita mengenal sifat Allah swt yang belum kita
ketahui? Melalui para rasul ‘alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita
apa yang dikehendaki Allah untuk kita ketahui.
“dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya.” (2:255).
C. Kesimpulan (الخُلاَصَةُ)
• Mobil dan pesawat terbang yang bergerak terarah sesuai rutenya
menunjukkan adanya supir atau pilot
• Matahari, bulan, bintang, planet, malam dan siang yang
bergerak teratur pasti menunjukkan adanya Zat yang Maha Mengatur, Allah swt.
• Seandainya Allah swt tidak ada, maka alam semesta ini pasti
tidak ada.
• Bahwa mobil yang terdiri dari bahan pembentuknya menunjukkan
bahwa pembuatnya memiliki semua bahan-bahan itu, bahwa ia memilki kehendak,
ilmu dan kemampuan untuk membuat mobil dengan baik.
• Alam semesta yang sempurna menunjukkan bahwa Allah memiliki
semua sifat-sifat kesempurnaan, manfaat dan hikmah yang dimiliki setiap makhluk
menunjukkan bahwa Dia adalah AL-Hakim (Maha Bijaksana), kekuatan yang dimiliki
oleh makhluk sebagai bukti bahwa Dia Maha Kuat.
• Allah swt mengutus kepada
kita rasul-Nya untuk mengajarkan hal-hal yang tidak dapat kita ketahui hanya
melalui tafakkur, seperti perintah & larangan-Nya, apa saja yang Dia ridhai
atau murkai.
0 Response to "Bagaimana Cara Mengenal Dan Memahami Keberadaan Allah?"
Posting Komentar