Ada sebuah
ungkapan yang berbunyi “Luka karena tersayat pedang akan meninggalkan bekas
luka dan nantinya itu akan sembuh, tetapi luka karena lidah (ucapan) akan
diingat sampai mati karena meninggalkan luka di hati.”
Sebuah ungkapan
yang benar adanya, yang menggambarkan bagaimana bahayanya ucapan seseorang.
Ucapan yang salah akan membuat orang merasa sakit hati, nah begitulah
dilematika kehidupan.
Seorang
wirausahawan yang sejati tidak akan melukai para pekerjanya dengan ucapan
sehingga tidak membuat para karyawan sakit hati.
Melukai dengan
ucapan, apalagi di muka umum tidak akan memberikan pelajaran bagi karyawan yang
bekerjasama dengan Anda karena sama halnya dengan merendahkan harga diri mereka
di mata publik.
Seorang
wirausahawan sejati tidak akan melakukan tembakan dari bibir sehingga tidak
akan menjadikan para karyawannya merasa sakit hati karena tindakannya.
Seorang
wirausahawan sejati akan mengajarkan dan mendidik para karyawan ketika mereka
membuat kesalahan dalam melakukan pekerjaan sehingga mereka akan mendapatkan
pembelajaran.
Akan tetapi,
jika Anda menghina dan merendahkan mereka atas pekerjaan mereka justru itulah
yang kelak menjadi masalah.
Seorang pemenang
akan selalu memikirkan dan memperhitungkan setiap ucapan yang mereka lontarkan
sehingga tidak ada kesalahpahaman yang terjadi, dan ia pun akan dihargai oleh
orang lain.
Untuk itulah,
perhatikan ucapan Anda sebelum berkata-kata kepada siapa saja karena ucapan
yang salah akan menyebabkan konflik.
Bekerjalah
secara profesional dan penuh dengan perhitungan sehingga tidak akan terjadi
tindakan yang tidak Anda inginkan. Jangan sampai terjadi konflik di antara
kalian karena ucapan.
Untuk lebih
membuat Anda paham akan konsep lidah lebih tajam daripada pedang, sebaiknya
Anda membaca sebuah kisah tentang “Paku dan Amarah” yang akan mengubah
paradigma anda sehingga akan menjadikan diri anda untuk lebih baik.
Kisahnya sebagai
berikut.
Paku &
Amarah
Suatu ketika
hiduplah sebuah keluarga baru yang bahagia. Dan hasil pernikahan suami-istri
tersebut kemudian lahirlah seorang anak laki-laki. Setelah beranjak dewasa
alangkah kagetnya kedua orang tua anak kecil, karena sang anak laki-lakinya
bersifat temperamen yang mudah marah dan tersinggung.
Berbagai hal
telah mereka lakukan untuk mengobatinya, sampai suatu ketika kedua orang tuanya
memutuskan untuk mendidik anaknya di rumah saja, tentunya dengan penuh kasih
sayang.
Suatu ketika,
sang ayah menasihati si anak untuk bisa mengurangi kebiasaan marahnya tersebut.
Untuk itu, sang
ayah memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan
sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah, untuk melampiaskan
kemarahan yang dialami anak tersebut. Anak tersebut menuruti kata-kata orang
tuanya.
Hah pertama,
anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar. Sampai suatu ketika si anak mulai
menyadari bahwa melampiaskan kemarahannya dengan memaku tidaklah bermanfaat
apa-apa. Dan mulai sejak kejadian paku memaku tersebut ia mulai menahan
amarahnya dengan ketenangan.
Dia mendapati
bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar.
Akhirnya tibalah
hari di mana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya. Dia
memberitahukan hal ini kepada ayahnya yang kemudian mengusulkan agar dia
mencabut satu paku untuk setiap hari di mana dia tidak marah.
Setelah kejadian
tersebut, sang anak pun merasa bahwa ia telah berangsur-angsur membaik. ia
memberitahukan kepada ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Alangkah
senangnya hati sang ayah mendengar penuturan dari sang anak.
Dengan
bijaksana, sang ayah pun mengajak anaknya ke belakang tentunya dengan menuntun
anaknya ke Pagar. Sampai di pagar tempat si anak memaku, sang ayah pun berkata,
lihatlah, Nak…kini kamu telah berhasil dengan baik, tapi lihatlah lubang-lubang
di pagar ini.
Pagar ini tidak
akan pernah bisa sama seperti sebelumnya. “Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam
kemarahan. Kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini… di hati orang
lain.”
Mendengar
penuturan perkataan ayahnya si anak pun menjadi sadar dan menyesal karena
melakukan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu ia lakukan, ia berpikir sudah
berapa orang yang tersakiti karena ucapan dan kemarahannya selama ini.
Kisah di atas
mengisyaratkan kepada kita bahwasanya sebuah lisan amatlah penting untuk
dijaga. Berawal dari perkataan biasanyalah yang memicu permusuhan, pertikaian,
dan lain sebagainya. Untuk itu, mulai sekarang berhati-hatilah dalam berucap.
Ingatlah
ungkapan “luka tersayat pedang akan sakit ketika darah sedang mengalir,
sedangkan luka karena ucapan akan diingat sampai mati”
Seorang wirausahawan
yang cerdas adalah orang yang mampu menahan amarahnya dan mampu berkata penuh
dengan perhitungan. Hal ini disebabkan seorang wirausahawan akan selalu
berhadapan dengan para karyawan dan customer.