Apa itu MQ? Sebenarnya tidak ada
perbedaan antara MQ dengan metode dakwah Islam lainnya. di dalamnya pun tidak
ada yang baru, semuanya merupakan penjabaran ajaran Islam. Hanya pembahasannya
lebih diperdalam, dibeberkan dengan cara yang aktual, dengan inovasi dan
kreativitas dakwah yang lebih sesuai dengan kebutuhan zaman. Inti
pembelajarannya sendiri ada pada qolbu.
Di dalam tubuh ini ada akal, jasad,
dan qolbu. Akal membuat orang bisa bertindak lebih efektif dan efisien dalam
melakukan apa yang ia inginkan. Sedangkan tubuh bertugas melakukan apa yang
diperintahkan oleh akal. Sebagai contoh, apabila akal menginginkan tubuh mampu
berkelahi, maka tubuh akan berlatih agar menjadi kuat. Sayangnya, tidak sedikit
orang yang cerdas, orang yang begitu gagah perkasa, tapi tidak menjadi mulia,
bahkan sebagian diantaranya membuat kehinaan karena berbuat jahat. Mengapa?
Sebab ada satu yang membimbing akal dan tubuh yang belum diefektifkan, itulah
qolbu.
Kita ambil contoh lain, sebuah
mikrofon bisa menjadi alat provokasi kejahatan, bisa juga jadi alat dakwah dan
menyampaikan ilmu, sebuah mikrofon bisa juga menjadi alat bantu berbicara
sehingga menjadi fasih, itulah fungsi mikrofon. Artinya, yang menentukan isi
dari bahasa yang keluar darinya adalah qolbu.
Dalam hal ini Rasulullah SAW
menyebutkan bahwa di dalam tubuh ini ada segumpal daging yang jika ia baik maka
baik pula yang lainnya, sebaliknya yang apabila ia jelek maka jeleklah
semuanya. Dan yang dimaksud daging itu ialah Qolbu.
Jadi, yang terpenting dari manusia
ternyata bukan kecerdasannya saja, tapi yang membimbing cerdasnya otak menjadi
benar, yang membimbing kuatnya fisik menjadi benar. Disitulah fungsi qolbu.
Oleh karenanya, menjadi cerdas belum tentu mulia, kecuali kecerdasannya dipakai
untuk berbuat kebenaran. Menjadi kuat belum tentu mulia, kecuali kekuatannya di
jalan yang benar.
Di dalam qolbu ini ada yang disebut
potensi, faalhamahaa fujuu rahaa wa
taqwaaha (QS. Asy Syams [91] : 8), "Dan diilhamkan kepadanya yang salah dan yang taqwa (benar)".
Begitulah, qolbu ini punya potensi negatif dan potensi positif. Allah telah
menyiapkan keduanya dengan adil.
Dan disinilah pentingnya fungsi manajemen.
Manajemen secara sederhana berarti pengelolaan dan pentadhiran. Sebuah sistem
dengan manajemen yang baik, dengan pengelolaan yang baik, sekecil apapun
potensi yang dimiliki, Insya Allah akan membuahkan hasil yang optimal.
Negara Singapura, misalnya, tidak
punya Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, bahkan untuk mencukupi kebutuhan
air minumnya saja, Singapura harus mengimpornya dari Johor, Malaysia. disisi
lain ternyata mereka berhasil mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)-nya, sehingga
walaupun SDA-nya minim, tapi SDM-nya mampu diberdayakan secara optimal.
Hasilnya, kini Singapura menjadi jauh lebih makmur daripada Indonesia yang
alamnya sangat kaya raya. Mengapa? Ya, itu tadi, karena bangsa kita lemah dalam
manajemennya.
Dapat dipahami pula bahwa kita tidak
berakhlak mulia bukan karena tidak punya potensi, tapi karena manajemen diri
kita yang masih buruk. Sungguh kita mampu mengelola otak kita menjadi cerdas,
membaca dengan kecepatan 400 kpm, memiliki daya ingat yang kuat, yakinlah itu
bisa dilakukan.
Kita bisa kelola fisik sehingga mampu melakukan sebuah gerakan
bela diri demikian sempurna, pukulannya demikian akurat, tapi itu tidak cukup
kalau hatinya tidak dikelola dengan baik. Karena semua itu tidak akan memiliki
nilai positif jika hatinya tidak dikelola dengan baik. Begitulah. Hati
menentukan nilai; mulia atau hina. Jangan aneh bila ada orang cerdas, tapi
tidak mulia hidupnya. Bukan karena kurang cerdas, tapi kecerdasannya tidak
dibimbing oleh hatinya.
Oleh karena itulah, orang yang
pandai mengelola hatinya, ketika tiba-tiba, misalnya, dihina orang, dia akan
kelola penghinaan ini menjadi sesuatu yang mamfaat, "Ah, dia memang
menghina, namun siapa tahu penghinaan ini bagian dari karunia Allah untuk
memberitahu kekurangan saya, selain itu saya pun bisa melatih kesabaran,
bedanya khan dia baru bisa menghina, saya bisa mengatakan yang baik
kepadanya." Begitulah, sikap terhadap hinaan ternyata bergantung manajemen
qolbunya. Saat lain ia diuji sedang sakit, lalu qolbunya kembali ia kelola
dengan seoptimal-optimalnya. "Sakit bagi saya adalah proses evaluasi diri,
proses pengguguran dosa", demikianlah ia pahamkan dihatinya tentang makna
sakit. Akibatnya, sakit menjadi tidak menyengsarakan, melainkan penuh hikmah
yang mendalam, karena dia berhasil mengelola hatinya.
Lelah, tersinggung, terhina,
kekurangan uang, tertimpa penyakit, dan masih begitu banyak lagi masalah yang
akan membuat orang menjadi goyah, tapi kalau terkelola hatinya, subhanallaah,
ia akan tetap punya nilai produktif. Anehnya, banyak orang yang sangat sibuk
memikirikan kecerdasannya, memikirkan kesehatan fisiknya, tapi sangat sedikit
memikirkan kondisi hatinya. Kalaulah kita harus memilih, seharusnya kita banyak
meluangkan waktu untuk memikirkan tentang qolbu ini. Karena jika qolbu ini
baik, yang lainnya pun menjadi baik, Insya Allah.