Keberadaan jin banyak disebutkan di dalam Al-Qur’an. Seperti halnya manusia, jin diciptakan Allah untuk menyembahNya. Mereka hidup dalam dimensi yang berbeda dari manusia. Seperti disebutkan dalam ayat-ayat tertentu, manusia tidak bisa melihat jin, sebaliknya jin dapat melihat manusia.
Dalam surah Al-Hijr [15] ayat 26-27 diterangkan bahwa Allah menciptakan jin lebih dahulu dibandingkan dengan manusia. Sesungguhnya, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan, Kami telah menciptakan jin sebelum Adam dari api yang sangat panas.” (QS Al-Hijr [15]: 26-27).
Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan bahwa penciptaan jin lebih awal dari manusia, namun Alquran tidak menjelaskan berapa jarak antara penciptaan kedua makhluk tersebut. Adapun jin yang pertama kali diciptakan adalah al-jan, bapak para jin. Ia kemudian berkembang biak sebagaimana Adam yang merupakan manusia pertama yang diciptakan dari tanah kemudian berkembang biak.
Ada keyakinan keliru yang telah meluas bahwa jin dapat memberikan informasi mengenai masa depan. Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan demikian. Juga disebutkan bahwa mereka pun bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan Al-Qur’an. Allah menegaskan bahwa jin diciptakan untuk tujuan yang sama seperti halnya manusia.
Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwasanya Dialah yang menciptakan jin dan manusia. Dan bahwasanya hikmah dari penciptaan mereka adalah untuk mengesakan-Nya dengan ibadah dan mengingkari peribadatan kepada selain-Nya. Dan sesungguhnya diciptakannya mereka hanya untuk ibadah dan Allah akan cukupkan rezeki mereka. Dia Maha Benar janji-Nya, Maha Berkuasa kehendak-Nya karena Dia al-Qowiyyul Matin (Maha Kuat lagi Maha Kokoh).
Penggambaran Tentang Jin
Al-jinnu berasal dari kata janna syai`un yajunnuhu yang bermakna satarahu (menutupi sesuatu). Maka segala sesuatu yang tertutup berarti tersembunyi. Jadi, jin itu disebut dengan jin karena keadaannya yang tersembunyi. Jin memiliki roh dan jasad. Dalam hal ini, Syaikhuna Muqbil bin Hadi t mengatakan: “Jin memiliki roh dan jasad. Hanya saja mereka dapat berubah-ubah bentuk dan menyerupai sosok tertentu, serta mereka bisa masuk dari tempat manapun.
Jin bisa berwujud seperti manusia dan binatang. Dapat berupa ular dan kala-jengking, juga dalam wujud unta, sapi, kambing, kuda, bighal, keledai dan juga burung. Serta bisa berujud Bani Adam seperti waktu setan mendatangi kaum musyrikin dalam bentuk Suraqah bin Malik kala mereka hendak pergi menuju Badr. Mereka dapat berubah-ubah dalam bentuk yang banyak, seperti anjing hitam atau juga kucing hitam. Karena warna hitam itu lebih signifikan bagi kekuatan setan dan mempunyai kekuatan panas. (Idhahu Ad-Dilalah, hal. 19 dan 23)
Kaum jin memiliki tempat tinggal yang berbeda-beda. Jin yang shalih bertempat tinggal di masjid dan tempat-tempat yang baik. Sedangkan jin yang jahat dan merusak, mereka tinggal di kamar mandi dan tempat-tempat yang kotor. (Nashihatii li Ahlis Sunnah Minal Jin)
Tulang dan kotoran hewan adalah makanan jin. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah berkata kepada Abu Hurairah :
“Carikan beberapa buah batu untuk kugunakan bersuci dan janganlah engkau carikan tulang dan kotoran hewan.”
Abu Hurairahzberkata: “Aku pun membawakan untuknya beberapa buah batu dan kusimpan di sampingnya. Lalu aku menjauh hingga beliau menyelesaikan hajatnya.”
Aku bertanya: “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?”
Beliau menjawab: “Keduanya termasuk makanan jin. Aku pernah didatangi rombongan utusan jin dari Nashibin, dan mereka adalah sebaik-baik jin). Mereka meminta bekal kepadaku. Maka aku berdoa kepada Allah untuk mereka agar tidaklah mereka melewati tulang dan kotoran melainkan mereka mendapatkan makanan.” (HR. Al-Bukhari no. 3860 dari Abu Hurairah, dalam riwayat Muslim disebutkan : “Semua tulang yang disebutkan nama Allah padanya”,)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ. مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ. إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (adz-Dzaariyaat: 56-58)
Faidah Ayat ini
- Bahwasanya hikmah dari penciptaan jin dan manusia adalah untuk mengesakan Allah Subhanahu wata’ala dengan ibadah.
- Menetapkan keberadaan jin.
- Kesempurnaan kekayaan Allah Ta’ala dari makhluk-Nya
- Bahwasanya sumber rezeki itu dari Allah Subhanahu wata’ala. Akan tetapi makhluk mencarinya dengan melakukan sebab (dengan bekerja atau usaha)
- Penetapan dua nama dari nama-nama Allah Subhanahu wata’ala, yaitu ar-Rozzaaq dan al-Matiin.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Tidak ragu lagi bahwa jin juga dituntut menjalankan suatu perintah, bukan hanya sekedar tashdiq (beriman). Jin juga dilarang dari sesuatu, bukan hanya sekedar dilarang dari mendustakan ajaran. Sesuai kemampuan mereka, mereka juga diperintah dalam hal ushul (pokok keimanan) dan furu’ (cabang keimanan). Namun prinsipnya, hukuman yang dikenakan tidaklah sama dengan manusia. Juga pada dasarnya tidak sama hal yang diperintah atau dilarang sama dengan manusia dalam hal hukuman. Walakin, jin dan manusia sama-sama diperintah dan dilarang, juga sama-sama dikenai hukum halal dan haram. Intinya, hal ini tidak ditentang sama sekali oleh para ulama kaum muslimin.
Begitu pula para ulama tidak berselisih pendapat dalam hal jin yang kafir, fasik dan ahli maksiat diancam siksa neraka. Sebagaimana manusia yang punya sifat demikian berujung sama seperti itu.
Yang para ulama bersilang pendapat adalah untuk golongan jin yang beriman. Menurut kalangan jumhur dari ulama Malikiyah, Imam Syafi’i, Ahmad, Abu Yusuf dan Muhammad, mereka berpendapat bahwa jin juga masuk surga. Yaitu dalam riwayat Thobroni disebutkan bahwa jin akan berada di surga di “robadhol jannah” (tempat tersendiri di surga). Sedangkan menurut ulama lainnya di antaranya adalah Imam Abu Hanifah, beliau berpemahaman bahwa jin yang taat akan berubah menjadi tanah (debu) sebagaimana keadaan hewan ternak pada hari kiamat. Balasan bagi mereka adalah selamat dari siksa neraka.” (Majmu’ Al Fatawa, 4: 233-234).
Ada berbagai macam penyebutan jin dalam bahasa Arab:
- Untuk jin murni, maka disebut jinni
- Untuk yang tinggal bersama manusia disebut ‘aamir, bentuk pluralnya adalah ‘ammaar
- Jin yang mengganggu anak kecil disebut arwah
- Yang jahat dan sering mengganggu adalah syaithon ( setan )
- Yang lebih jahat lagi adalah maarid
- Yang paling jahat dan begitu garang adalah ifriit, bentuk pluralnya adalah ‘afaarit.
Disebutkan dalam hadits riwayat Ath Thobroni dan Al Hakim dengan sanad shahih, jin itu ada tiga kelompok:
- Jin yang terbang di udara
- Jin yang berbentuk ular dan anjing
- Jin yang lepas dan berjalan
0 Response to "Untuk apa jin diciptakan?"
Posting Komentar