Menurut saya pertanyaan seperti itu sah-sah saja, karena memang faktanya Agama Islam merupakan agama yang rasional. Jika rasional maka pasti ada penjelasan ilmiah dan logis dari setiap perintah yang tersurat dalam Al-Quran maupun Al-Hadist. Namun terkadang penjelasan-penjelasan tersebut ada yang mudah ditemukan manusia dan ada juga yang sulit untuk ditemukan. Dalam hal ini yang harus kita pegang teguh adalah bahwa Islam itu selalu rasional, mungkin manusianya saja yang belum mencapai tingkat rasionalitas tersebut sehingga kerap kali belum menemukan makna-makna dari segala perintah Tuhan.
Firman Allah Sebagai berikut :
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Aali ‘Imraan, 3:191)
Banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara mendalam", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap "berpikir secara mendalam" sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof".
Padahal, sebagaimana telah disebutkan dalam pendahuluan, Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara mendalam atau merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan atau direnungkan: "Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29). Yang ditekankan di sini adalah bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat. Kata kelalaian mengandung arti "ketidakpedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak berpikir adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya yang dapat menghantarkan seseorang ke neraka. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A’raaf, 7: 205)
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan tentang mereka yang berpikir secara sadar, kemudian merenung dan pada akhirnya sampai kepada kebenaran yang menjadikan mereka takut kepada Allah. Sebaliknya, Allah juga menyatakan bahwa orang-orang yang mengikuti para pendahulu mereka secara taklid buta tanpa berpikir, ataupun hanya sekedar mengikuti kebiasaan yang ada, berada dalam kekeliruan. Ketika ditanya, para pengekor yang tidak mau berpikir tersebut akan menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang menjalankan agama dan beriman kepada Allah. Tetapi karena tidak berpikir, mereka sekedar melakukan ibadah dan aktifitas hidup tanpa disertai rasa takut kepada Allah. Mentalitas golongan ini sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur'an:
Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?"
Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)-Nya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu (disihir)?"
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta." (QS. Al-Mu’minuun, 23: 84-90)
Menyaksikan manusia yang sedang lalu lalang dan bergegasmenuju tempat tujuan mereka masing-masing, dapat memunculkan beragam pikiran dibenak seseorang. Ketika pertama kali memandang, muncul di pikirannya: manusiayang jumlahnya banyak ini terdiri atas individu-individu yang khas dan unik.Tiap individu memiliki dunia, keinginan, rencana, cara hidup, hal-hal yangmembuatnya bahagia atau sedih, serta perasaannya sendiri. Secara umum, setiapmanusia dilahirkan, tumbuh besar dan dewasa, mendapatkan pendidikan, mencaripekerjaan, bekerja, menikah, mempunyai anak, menyekolahkan dan menikahkananak-anaknya, menjadi tua, menjadi nenek atau kakek dan pada akhirnya meninggal dunia.
Dilihat dari sudut pandang ini, ternyata perjalanan hidup semua manusia tidaklah jauh berbeda; tidak terlalu penting apakah ia hidup di perkampungan dikota Istanbul atau di kota besar seperti Mexico, tidak ada bedanya sedikitpun. Semua orang suatu saat pasti akan mati, seratus tahun lagi mungkin tak satupun dari orang-orang tersebut yang akan masih hidup. Menyadari kenyataan ini, seseorang akan berpikir dan bertanya kepada dirinya sendiri:"Jika kita semua suatu hari akan mati, lalu apakah gerangan yangmenyebabkan manusia bertingkah laku seakan-akan mereka tak akan pernahmeninggalkan dunia ini? Seseorang yang akan mati sudah sepatutnya beramal secarasungguh-sungguh untuk kehidupannya setelah mati; tetapi mengapa hampir semuamanusia berkelakuan seolah-olah hidup mereka di dunia tak akan pernahberakhir?"
Orang yang memikirkan hal-hal semacam ini lah yang dinamakan orang yang berpikir dan mencapai kesimpulan yang sangat bermakna dariapa yang ia pikirkan. Sebagian besar manusia tidak berpikir tentang masalahkematian dan apa yang terjadi setelahnya. Ketika mendadak ditanya,"Apakahyang sedang anda pikirkan saat ini?", maka akan terlihat bahwa merekasedang memikirkan segala sesuatu yang sebenarnya tidak perlu untuk dipikirkan,sehingga tidak akan banyak manfaatnya bagi mereka. Namun, seseorang bisa juga"berpikir" hal-hal yang "bermakna", "penuhhikmah" dan "penting" setiap saat semenjak bangun tidur hingga kembalike tempat tidur, dan mengambil pelajaran ataupun kesimpulan dari apa yangdipikirkannya.
Dalam Al-Qur'an, Allah menyatakan bahwa orang-orang yang beriman memikirkan dan merenungkan secara mendalam segala kejadian yang ada danmengambil pelajaran yang berguna dari apa yang mereka pikirkan. "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dansilih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yangberakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau dudukatau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit danbumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan inidengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksaneraka." (QS. Aali 'Imraan, 3: 190-191).
Ayat di atas menyatakan bahwa oleh karena orang-orangyang beriman adalah mereka yang berpikir, maka mereka mampu melihat hal-halyang menakjubkan dari ciptaan Allah dan mengagungkan Kebesaran, Ilmu sertaKebijaksanaan Allah.
Berpikir dengan ikhlas sambil menghadapkan diri kepada Allah
Agar sebuah perenungan menghasilkan manfaat danseterusnya menghantarkan kepada sebuah kesimpulan yang benar, maka seseorangharus berpikir positif. Misalnya: seseorang melihat orang lain denganpenampilan fisik yang lebih baik dari dirinya. Ia lalu merasa dirinya rendahkarena kekurangan yang ada pada fisiknya dibandingkan dengan orang tersebutyang tampak lebih rupawan. Atau ia merasa iri terhadap orang tersebut. Iniadalah pikiran yang tidak dikehendaki Allah. Jika ridha Allah yang dicari, makaseharusnya ia menganggap bagusnya bentuk rupa orang yang ia lihat sebagai wujuddari ciptaan Allah yang sempurna.
Dengan melihat orang yang rupawan sebagaisebuah keindahan yang Allah ciptakan akan memberikannya kepuasan. Ia berdoakepada Allah agar menambah keindahan orang tersebut di akhirat. Sedang untukdirinya sendiri, ia juga meminta kepada Allah agar dikaruniai keindahan yanghakiki dan abadi di akhirat kelak. Hal serupa seringkali dialami oleh seoranghamba yang sedang diuji oleh Allah untuk mengetahui apakah dalam ujian tersebutia menunjukkan perilaku serta pola pikir yang baik yang diridhai Allah atausebaliknya.
Keberhasilan dalam menempuh ujian tersebut, yakni dalammelakukan perenungan ataupun proses berpikir yang mendatangkan kebahagiaan diakhirat, masih ditentukan oleh kemauannya dalam mengambil pelajaran atauperingatan dari apa yang ia renungkan. Karena itu, sangatlah ditekankan disinibahwa seseorang hendaknya selalu berpikir secara ikhlas sambil menghadapkandiri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
"Dia lah yang memperlihatkan kepadamu tanda-tanda(kekuasaan)-Nya dan menurunkan untukmu rezki dari langit. Dan tiadalah mendapatpelajaran kecuali orang-orang yang kembali (kepada Allah)." (QS. Ghaafir,40: 13).
0 Response to "Bagaimana Seorang Muslim Harus Berpikir?"
Posting Komentar