Lebaran yang dikenal
juga dengan nama Idul Fitri adalah hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal
1 Syawal tahun Hijriah, dirayakan usai menjalankan ibadah puasa selama sebulan,
yaitu bulan Ramadhan. Belum diketahui secara pasti asal muasal atau etimologi
dari kata Lebaran ini. Historis penggunaan kata lebaran yang menunjukkan hari
raya umat Islam ini masih simpang siur, karena belum ada kepastian dari para
ahli bahasa. Selama ini, jawaban dan pejelasan yang ada mengenai asal usal kata
yang sangat akrab di telinga ini cenderung spekulatif, tidak didasarkan pada
referensi yang jelas, dan terlalu banyak versi, sehingga belum ada kepastian
yang jelas.
Hari Raya Idul Fitri
merupakan hari kemenangan yang ditunggu-tunggu oleh setiap muslim di berbagai
belahan dunia yang melaksanakan puasa. Dengan berbagai persiapan dalam
menyambutnya. Tradisi dalam menyambut hari raya idul fitri misalnya mudik,
membuat kue-kue khas lebaran, membeli baju baru, mempersiapkan angpau, dan
lain-lain.
Nah… sebenarnya,
bagaimana Rasul merayakan hari raya Idul Fitri? Simak penjelasan lengkapnya ya…
1. Bertakbir
Ketika waktu Maghrib
tiba pada tanggal 1 Syawal, setelah shalat Maghrib berjama’ah, kemudian
memperbanyak membaca takbir sampai menjelang dilaksanakan shalat ‘idul fithri.
Allah swt berfirman:
وَلِتُكْمِلُواالْعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوااللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ (البقره :
١٨٥
Artinya: “Dan hendaklah
kamu sempurnakan bilangan puasa serta bertakbir (membesarkan) nama Allah atas
petunjuk yang telah diberikan-Nya kepadamu, semoga dengan demikian kamu menjadi
umat yang bersyukur.” (QS. Al Baqarah : 185)
2. Mandi, Memakai
Wangi-wangian dan Mengenakan Pakaian Terbaik Sebelum Shalat Ied
Sebelum berangkat ke
masjid atau lapangan untukmelaksanakan shalat hari raya disunahkan mandi,
memakai wangi-wangian dan mengenakan pakaian yang terbaik. Dalam sebuah hadits
dari Hasan As Shibti disebutkan:
اَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْعِيْدَيْنِ اَنْ نَلْبَسَ اَجْوَدَ مَا
نَجِدُ وَاَنْ نَتَطَيَّبَ بِاَجْوَدِ مَانَجِدُ وَاَنْ نُضَحِّيَ بِاَثْمَنِ مَا
نَجِدُ (رواه الحاكم
Artinya: “Rasulullah
saw. memerintahkan kepada kami agar pada kedua hari raya memakai pakaian yang
terbagus, memakai wangi-wangian yang terbaik dan berkurban dengan hewan yang
paling berharga.” (HR.Al Hakim)
3. Makan Kurma Sebelum
Berangkat Shalat Ied
Makan kurma dulu sebelum
shalat ‘idul fithri. Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas, ia berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَايَغْدُوْ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْ كُلُ
ثَمَرَاتٍ وَيَأُكلُهُنَّ وِتْرًا (رواه احمد والبخارى
Artinya: “Pada waktu
‘idul fithri Rasulullah saw. tidak berangkat ke tempat shalat sebelum memakan
beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)
Dalam hadits lain
disebutkan bahwa sahabat Buraidah berkata:
قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَايَغْدُوْ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتّٰى يَأْ كُلَ
وَلَا يَأْكُلُ يَوْمَ اْلاَضْحَى حَتّٰى يَرْجِعَ (رواه الترمذى وابن ماجه واحمد
Artinya: Buraidah
berkata: “ Nabi saw. tidak berangkat pada waktu ‘idul fitri sebelum makan dulu
dan tidak makan pada waktu ‘idul adha sebelum pulang.” (HR. Turmudzi, Ibnu
Majah dan Ahmad)
4. Mengambil Jalan Pergi
dan Pulang yang Berbeda
Kemudian pergi menuju
tempat shalat idul fithri dengan jalan yang berbeda dengan jalan pulang.
Sahabat r.a meriwayatkan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِذَا خَرَجَ اِلَى الْعِيْدِ يَرْجِعُ فِى غَيْرِ
الطَّرِيْقِ الَّذِىْ خَرَجَ فِيْهِ (رواه احمد ومسلم والترمذى
Artinya: “Apabila Nabi
saw. pergi shalat hari raya, maka ketika pulang Beliau menempuh jalan yang
berlainan dengan di waktu berangkatnya.” (HR. Ahmad, Muslim dan Turmudzi)
5. Shalat Ied
Pada pagi hari, tanggal
1 Syawal (waktu dhuha) melaksanakan shalat ‘idul fithri berjama’ah, di Lapangan
atau Masjid bersama umat muslim lainnya.
Disyari’atkan pada waktu
hari raya itu keluarnya anak-anak serta kaum wanita, termasuk gadis atau janda,
yang masih remaja atau yang sudah tua; bahkan juga wanita-wanita yang sedang
haidh. Hal ini berdasarkan hadits Ummu ‘Athiyyah:
اُمِرْنَا اَنْ نُخْرِجَ
الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ فِى الْعِيْدَيْنِ يَشْهَدُوْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضَ الْمُصَلَّى (متفق عليه)
Artinya: “Kami
diperintahkan untuk mengeluarkan semua gadis dan wanita yang haidh pada kedua
hari raya, agar mereka dapat menyaksikan kebaikan hari itu dan do’a dari kaum
muslimin (bisa berdo’a dengan mereka). Hanya saja wanita-wanita yang sedang
haidh menjauhi tempat shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan sahabat Ibnu ‘Abbas
mengatakan:
اَنَّ رَسُوْلَ اللهَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُخْرِجُ نِسَاءَهُ وَبَنَاتَهُ فِى
الْعِيْدَيْنِ (رواه ابن ماجه والبيهقى)
Artinya: “Sesungguhnya
Rasulullah saw. mengajak keluar seluruh istri dan anak-anak perempuannya pada
waktu dua hari raya.” (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi)
6. Mengucapkan Tahni’ah
“Taqobbalallohu minna wa minkum”
Saling doa mendoakan
dengan ucapan:
مِنَ الْعَائِدِيْنَ
وَالْفَائِزِيْنَ
Artinya: semoga kalian
temasuk orang yang kembali suci (seperti bayi yang baru lahir) dan termasuk
orang yang beruntung.
Bisa juga dengan
kalimat: Taqabbalallahu minna wa minkum ( تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ)
Artinya: Semoga Allah
menerima amal kami dan amal kalian.
Ibnu Hajar mengatakan:
“Kami meriwayatkan dalam Al-Muhamiliyyat dengan sanad yang hasan dari Jubair
bin Nufair bahwa ia berkata: ‘Para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bila bertemu di hari Id, sebagian mereka mengatakan kepada sebagian yang lain:
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا
وَمِنْكَ
“Semoga Allah menerima
(amal) dari kami dan dari kamu.” (Lihat pula masalah ini dalam Ahkamul ‘Idain
karya Ali Hasan hal. 61, Majmu’ Fatawa, 24/253, Fathul Bari karya Ibnu Rajab,
6/167-168)
7. Mengadakan Permainan
yang Membahagiakan dan Sesuai Syariat
Boleh juga mengadakan
permainan serta kegembiraan yang tidak melanggar aturan agama, begitu pun
pelbagai macam nyanyian yang baik, semua itu menjadi syi’ar agama yang
disyari’atkan Allah pada hari raya, untuk melatih tubuh jasmani dan untuk
kepuasan hati. ‘Aisyah r.a istri Rasulullah pernah berkata :
اِنَّ الْحَبَشَةَ
كَانُوْا يَلْعَبُوْنَ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى
يَوْمِ عِيْدٍ فَاَطَّلَعْتُ مِنْ فَوْقِ عَا تِقِهِ حَتَّى شَبِعْتُ ثُمَّ
اَنْصَرَفْتُ (رواه احمد والشيخان)
Artinya: “ Seseungguhnya
orang-orang Habsyi suka mengadakan permainan di hadapan Rasulullah saw. pada
hari raya dan sayapun menjengukkan (memunculkan) kepala di atas bahu beliau
hingga saya menyaksikan permainan itu dari atas bahu beliau. Saya melihatnya
sampai puas, kemudian saya berpaling.” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Bila kita merunut pada
kalimat yang sering kita ucapkan saat bersalaman pada hari Lebaran, yaitu
“Minal Aidin Wal Fa’izin”, sebenarnya menunjukkan makna dari perayaan lebaran
itu sendiri. Kalimat itu sendiri sebenarnya potongan dari doa: جَعَلَنَا اللهُ
وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا
وَمِنْكُمْ Artinya: Semoga Allah SWT menjadikan kita semua sebagai
hamba-hamba-Nya yang kembali (kepada fitrah) dan sebagai hamba-hamba-Nya yang
menang (melawan hawa nafsu).
Dan semoga Allah SWT
menerima seluruh amal ibadah kita semua. Dengan begitu kita bisa menilai,
perayaan Lebaran ini berhak untuk dirayakan oleh siapa saja namun yang akan
benar-benar menikmati dan mendapatkan fitrah (kesucian) dari Allah hanya mereka
yang berjuang selama bulan Ramadhan itu. Wallahu’alam.
0 Response to "Cara Rasulullah Merayakan Hari Raya Idul Fitri"
Posting Komentar