Pada masa kekhalifahan beliau, Umar bin Khatab
adalah khalifah yang selalu berjalan tengah malam untuk mengetahui keadaan kota
dan keadaan rakyatnya. Dengan inspeksi langsung inilah amirul mukminin kedua
ini dapat mengetahui kondisi rakyatnya secara sebenar-benarnya. Masa telah
lewat malam saat beliau melewati sebuah rumah yang dari luar terdengar seorang
pria di dalam rumah yang sedang asyik tertawa. Semakin beliau mendekat, beliau
juga mendengar suara gelak tawa wanita.
Khalifah Umar bin Khatab mengintip rumah tersebut
lalu memanjat jendela dan masuk ke rumah tersebut. Beliau menghardik pria
tersebut dengan berucap:
“Hai hamba Allah! Apakah kamu mengira jika Allah
akan menutup aib dirimu sedangkan kamu berbuat maksiat!!”
Pria yang dihardik tersebut tetap tenang dengan lalu
menjawab tuduhan Umar dengan berkata:
“Wahai Umar, jangan terburu-buru, mungkin hamba
melakukan satu kesalahan, tapi anda melakukan tiga kesalahan,” jawab pria itu.
Umar bin Khatab hanya terpaku, si pria meneruskan bicara.
“Yang pertama,
Allah berfirman: jangan kamu (mengintip) mencari-carai kesalahan orang lain (Al
Hujurat:12) dan anda telah melakukan hal tersebut dengan mengintip ke dalam rumah
hamba,” kata pria tersebut.
“Yang kedua,
Allah berfirman: masuklah ke rumah-rumah dari pintunya (Al Baqarah: 189) dan
anda tadi menyelinap masuk ke dalam rumah hamba melalui jendela,” papar pria
tersebut.
“Dan
yang ketiga, anda sudah memasuki rumah hamba tanpa
ijin, padahal Allah berfirman: jangan kamu masuk ke rumah yang bukan rumahmu
sebelum kamu meminta izin (An-Nur: 27),” lanjut si pria
Menyadari bahwa dirinya juga salah, Umar lantas
berkata, “apakah lebih baik disisimu jika aku memaafkanmu?” lantas pria
tersebut menjawab, “Ya, amirul mukminin”. Umar pun memaafkan pria tersebut dan
berpamitan pergi dari rumah tersebut.
Dari cerita diatas, dapat kita tengok bahwa seorang
imam besar, pemimpin umat seperti amirul mukiminin Umar bin Khatab yang tersohor
tersebut mau mendengarkan nasehat orang lain, bahkan orang yang bersalah.
Nasehat itu tidak perlu dilihat siapa yang berkata, namun harus dilihat apa
yang dinasehatkan. Selain itu kita juga harus selalu mengembangkan prasangka
baik kepada siapapun, terutama saudara sesama muslim. Janganlah mencari-cari
kesalahan mereka.
Misalnya, tidak berjumpa di pengajian, kita sudah
berpikir bahwa ia lalai dari mengingat Allah, tidak jumpa di shalat Jum’at, ia
kita anggap mementingkan dunia. Bahkan ketika kita melihat pria sedang bersenda
gurau dengan lawan jenis, kita anggap bahwa dia telah terkunci mata hatinya.
Dengan prasangka seperti itu, bisa jadi kita telah melakukan kesalahan yang
lebih besar dibandingkan saudara kita tersebut. Oleh karen itu mari kita
kembangkan sikap berprasangka baik kepada siapapun.