Hujan deras
selama 2-3 jam bahkan sampai berhari-hari yang mengguyur Kota Kendari saat ini
menyebabkan banjir juga genangan air disejumlah rumah warga dan ruas jalan. Hal
itu terlihat pada beberapa titik seperti di Jalan Laode Hadi, Kelurahan
Bonggoeya, Kecamatan Wua-Wua, Puwatu, Watulondo Kelurahan Lalodati dan daerah
lainnya.
Di
Kelurahan Bonggoeya tepatnya disamping eks pasar panjang, sekitar 30 kepala
keluarga (KK) rumahnya tergenang air setinggi lutut orang dewasa. Kejadian
berlangsung mulai pukul 02.30 dini hari. Akibatnya, beberapa warga harus
mengungsi ke rumah keluarga dan di tenda darurat. Seperti yang dialami
warga di sekitar Sungai Wanggu, Kelurahan Wowanggu, Kecamatan Baruga.
Saat ini kita warga
Kendari mengalami ketidaknyamanan. Pasalnya, beberapa wilayah di kota Kendari
terendam banjir. Lalu pertanyaan, siapakah yang seharusnya bertanggung jawab?
Banyak dari kita lalu menuding, pemerintah adalah yang pihak paling
bertanggung jawab. Lalu apakah demikian?
Tentu kita, saya, dan
siapapun yang menjadi warga Kendari turut bertanggung jawab.
Pertama. Pemerintah tentu
perlu bertanggung jawab karena tidak memiliki rancangan tata kota yang mampu
mengantisipasi hal ini.
Bagaimanapun tantangan
besar bagi banyak kota di Indonesia saat ini adalah terjadinya anomali iklim
yang dapat mengakibatkan hujan turun sepanjang tahun, dan dalam intensitas yang
besar. Sehingga beberapa daerah di Indonesia rawan terkena bencana banjir
ataupun longsor.
Pertanyaannya apakah
pemerintah telah memiliki visi untuk hal tersebut?
Kedua. Kita sebagai warga
juga bertanggung jawab karena kita memiliki kontribusi terhadap banjir. Entah,
itu dalam bentuk hal-hal kecil, seperti membuang sampah sembarangan, atau
menjadi pihak yang ikut serta dalam aktivitas penebangan hutan atau penggunaan
daerah resapan air.
Lalu mungkin Anda berkata
“ Tapi saya tidak melakukan itu semua!”. Ya, tapi Anda juga tetap bertanggung
jawab, karena Anda tidak melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya bencana,
entah itu mengkritik kebijakan pemerintah yang keliru, menggagasi
tindakan yang berdampak pada konservasi lahan kritis atau apapun bentuknya
Tentu kejadian ini menjadi pelajaran bagi kita semua.
Marilah kita untuk
berpikir jauh ke depan dan tidak hanya merespon yang tengah terjadi. Belajarlah
dari kota-kota yang lebih parah dari Kendari, sebut saja Jakarta.
Jelas kita semua harus
berusaha bersama-sama untuk bersikap dan bertindak agar kota Kendari tidak
mengalami hal tragis seperti Jakarta, meskipun pembangunan di Ibukota tersebut
luar biasa, dan kita ingin Kendari tumbuh menjadi kota yang modern.
Sebagai warga kita jangan
sekedar saling menyalahkan, lakukanlah apa yang bisa Anda lakukan selagi Anda
bisa. Termasuk apa yang terjadi saat ini.
Kebanyakan warga Kendari
hanya mengumpat atau membicarakan buruknya pemerintah sembari nonkrong, padahal
ia bisa melakukan banyak hal. Entah mengumpulkan bantuan, menyalurkannya atau
menjadi relawan. Jadi, ingin kota Kendari lebih baik, “berpikir” dan do
something, karena Anda turut bertanggung jawab atas baik dan buruknya kota ini.
Berikut keluhan warga
korban banjir di kota bertakwa ini semoga bisa menjadi kepedulian pemerintah
dan seluruh warga kota kendari ;
Hasan, salah seorang warga yang bermukim di bantaran Sungai
Wanggu harus dievakuasi dari rumahnya karena menderita sakit.
"Hujan dari kemarin malam. Saya sakit
demam dan mau tidur di rumah keluargaku," tuturnya di atas mobil sebelum
diungsikan.
Haris, salah seorang warga mengatakan, sejak pagi tadi air
sudah mulai naik. Kemudian mereka mulai mengevakuasi barang-barangnya.
“Kami angkat barang dari rumah. Sebab kami
takutkan jangan sampai air makin tinggi dan merendam barang,” katanya di lokasi
banjir, Jumat
Ketua RT 12 RW 06, Kelurahan Wowanggu,
Sarman (45) mengatakan,
air sungai meluap mulai pukul 24.00.
“Saya tidak tidur karena berjaga dan pagi
tadi air naik cukup cepat sehingga seperti sekarang ini dan air cukup tinggi di
atas lutut orang dewasa,” tuturnya ditemui di posko pengungsian.
Udin
(40) salah satu
warga Lalodati mengatakan banjir ini rutin setiap musim penghujan datang.
Kecilnya drainase dan adanya deuker yang tidak berfungsi baik menjadi pemicu
utama.
“Salurannya terlalu kecil. Kalau bisa ini
diperbesar kasian kami masyarakat, ” tutupnya.
Rina (40) mengatakan awalnya air yang masuk ke rumahnya hanya setinggi 5 sentimeter, namun karena hujan selama berjam-jam hujan tidak kunjung berhenti mengakibatkan air mencapai setengah meter.
Titik banjir terpantau di Jalan Saranani
tepatnya di depan karaoke Inul Vista, di simpang empat jalan Made Sabara, di
Jalan Abdullah Silondae atau depan Kantor Dinas Perdagangan Provinsi Sultra dan
jalan Sorumba.
Banjir juga menggenangi jalan di simpang
empat SSDC Jalan Abunawas Kota Kendari. “Di sini, kalau setiap hujan pasti
banjir. Kemarin juga begitu,” kata Adi, warga di Pasar Panjang.
Berikut Dokumentasi Banjir Di Wilayah Kota
Kendari